Setelah beberapa kali berkunjung ke Bali, akhirnya saya kesampaian juga menginjakkan kaki di Pura Agung Besakih. Yeay!
Untuk mencapai pura terbesar di Indonesia yang juga memiliki julukan The Mother Temple of Bali ini, saya dan suami harus menempuh perjalanan yang jaraknya sekitar 2 jam dengan mobil dari Seminyak, daerah tempat kami menginap.
Yah lumayan jauh sih. Tapi untungnya saat itu bertepatan dengan momen puasa umat Muslim, sehingga tidak terlalu banyak turis yang berkunjung. Jadi lalu lintas tidak terlalu macet dan foto saya pun tidak banyak yang 'bocor'. Hehe..
Kabar Bali setelah Pandemi Melandai?
Kembali mengunjungi Bali, saya tidak mengira suasananya akan sesepi itu. Padahal kasus pandemi sudah melandai dan ketentuan tes antigen / PCR pun sudah dilonggarkan, terutama bagi yang sudah menerima booster vaksin Covid-19. Kalaupun karena faktor momen puasa, turis asing pun nyatanya juga jarang terlihat.
Dan yang paling membuat saya miris adalah suasana jalan Legian yang biasanya hidup dan meriah hingga larut malam, kini hanya beberapa toko yang tampak masih buka. Itupun tak banyak pengunjung yang terlihat. Tidak terbayang seperti apa mati surinya Bali saat kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya.
Dipaksa Beli Canang Sari
Oke, kembali ke judul. Berhubung ini adalah pertama kalinya saya ke Pura Besakih yang tersohor itu, tentu ekspektasi saya adalah memperoleh pengalaman yang berkesan baik. Tapi ternyata tidak seindah itu Ferguso.
Memang saat saya dan suami sampai di area gerbang masuk pura, sedang ada konstruksi yang kabarnya untuk memperbaiki area parkir. Mau tak mau kami harus parkir agak naik ke atas. Jauh dari gerbang masuk.
Tapi baru saja saya turun dari mobil, saya langsung dihadang oleh dua orang ibu-ibu. Dari kantung plastik yang mereka bawa, saya langsung tahu bahwa mereka adalah penjual Canang Sari.