"Tuh liat, sejak masih sekolah dia udah belajar buka usaha. Sekarang sudah jadi orang sukses. Masih muda jabatannya sudah tinggi, lulusan luar negeri, udah punya rumah, mobil juga ada. Lha kamu masih gini-gini aja?"
Gimana rasanya kalau dengar orang lain (apalagi keluarga sendiri) berkata seperti itu kepada kita? Kalau sekali-dua kali sih mungkin tidak perlu baper ya. Anggap aja mereka ingin memotivasi.
Tapi kalau keseringan? Saya sih gondok bin gemes, karena saya tidak suka dibanding-bandingkan dengan orang lain.
Ujung-ujungnya, bisa jadi saya merasa minder dan berpikir, "Iya yah, kok sampai sekarang saya masih gini-gini aja? Gak ada yang spesial. Tidak ada pencapaian yang pantas dibanggakan. Dan karena itu orang memandang sebelah mata kepada saya."
Sebetulnya saya sering istilah Quarter Life Crisis, tapi tidak begitu menaruh perhatian terhadapnya. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan keadaan emosional yang dialami orang-orang dengan rentang usia 20-an, di mana mereka sering mengalami keraguan terhadap kemampuan dirinya, bingung dalam menentukan arah hidupnya, dan khawatir dengan masa depannya.
Yah, di usia 20-an itu saya memang sempat merasa khawatir akan jadi seperti apa saya di masa depan. Usia 25 tahun saya jatuh di tahun 2014.
Satu tahun setelah saya memperoleh pekerjaan pertama saya sejak lulus pendidikan profesi apoteker. Di saat teman-teman saya sudah mulai menikmati hasil dari pekerjaan mereka, saya baru mulai menyesuaikan diri dengan dunia kerja.
Sempat agak iri, tapi ya mau bagaimana lagi. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai memegang gelar apoteker memang sedikit lebih lama dari jurusan lainnya. Tapi sebetulnya masa-masa krisis saya bukan di usia 20-an seperti (mungkin) kebanyakan orang.
Sebelumnya saya pernah menulis artikel mengenai masa-masa di mana saya merasa pada titik terendah, yakni di usia 18 tahun menjelang kelulusan SMA.
Saya kira momen itulah yang menjadi life crisis, di mana saya betul-betul merasa minder, meragukan kemampuan saya sendiri, bingung menentukan jalan mana yang harus saya tempuh, dan sangat khawatir dengan masa depan saya.