Dahsyatnya efek COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) memang luar biasa. Ratusan bahkan ribuan orang sudah menjadi korban yang tersebar di banyak negara.
Seperti yang telah disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO melalui kata sambutan dalam Mission Briefing on COVID-19 tanggal 12 Maret lalu, bahwa sudah hampir 125.000 kasus yang telah dilaporkan ke WHO dari 118 negara, hingga akhirnya wabah ini ditetapkan sebagai pandemi. Rupanya efek COVID-19 sudah begitu hebatnya hingga mempengaruhi berbagai macam aspek secara global mulai dari kesehatan, pariwisata, sosial dan ekonomi.
Jujur awalnya saya merasa lumayan heran (amazing malah), karena hingga akhir Februari kemarin Indonesia tidak masuk dalam daftar negara yang terkonfirmasi terdapat kasus infeksi COVID-19. Padahal sejak munculnya wabah ini Desember 2019 lalu, sudah banyak negara yang mengumumkan kasus positif COVID-19. Namun akhirnya tanggal 2 Maret lalu Pak Jokowi pun mengumumkan kasus pertama pasien yang positif COVID-19 di Indonesia.
Banyak dugaan mengapa COVID-19 (pada saat itu) kabarnya tidak berhasil menembus wilayah Indonesia dan menginfeksi orang-orang Indonesia. Mulai dari iklim tropis Indonesia dengan sinar matahari sepanjang tahun hingga suhu tinggi, menyebabkan virus tidak mampu bertahan hidup. Sampai karakteristik imunitas (kekebalan tubuh) orang-orangnya yang (katanya) unik. Tapi tentunya dugaan ini tidak berdasar karena penelitian mengenai karakteristik COVID-19 yang termasuk dalam keluarga besar coronaviridae ini belum lengkap.
Saya yakin beberapa pembaca sekalian sudah ada yang pernah mendapat pesan broadcast yang mencandai betapa uniknya kekebalan tubuh orang-orang Indonesia. Apalagi setelah dua ratusan saudara-saudara kita yang dievakuasi dari Wuhan, segera setelah kota tersebut diisolasi, semuanya (puji Tuhan) dinyatakan sehat walafiat tanpa ada satupun yang menunjukkan tanda-tanda terinfeksi COVID-19.
Dalam pesan broadcast tersebut disebutkan bahwa sejak kecil orang Indonesia sudah terbiasa minum dengan es yang dibuat dari air mentah, makan makanan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti borax, formalin hingga pewarna tekstil.
Makan gorengan dengan minyak yang bercampur plastik, kebiasaan makan jeroan hingga kuliner ekstrim seperti daging kelelawar, ular dan lainnya.
Kebiasaan mengkonsumsi makanan/minuman yang mengandung pemanis buatan, MSG, pengawet sintetis, hingga makan di pinggir jalan yang belum tentu terjamin kebersihannya. Dan masih banyak lagi.
Berkat kebiasaan-kebiasaan inilah (katanya) orang Indonesia tidak terjangkit COVID-19 disaat negara lainnya sudah ketakutan dan kewalahan mengahadapi jumlah korban yang terus meningkat.
Entah saya harus merasa miris atau bangga dengan hal ini. Tapi menurut saya ini justru merupakan suatu 'dark joke'.
Pernah dengar istilah ini? Dark Joke atau sering juga dikenal dengan Black Comedy/Dark Comedy/Gallows Humor adalah gaya komedi dengan menjadikan permasalahan yang umumnya dianggap tabu, sedih dan mungkin terlalu menyakitkan untuk dibahas sebagai materi humor.