Lihat ke Halaman Asli

Irmina Gultom

TERVERIFIKASI

Apoteker

Menikmati Arsik Sambil Menyeberangi Danau Super Volcano

Diperbarui: 6 Juni 2022   01:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan dari atas kapal dekat pelabuhan Ajibata (Dokpri)

Kalau saya ditanya, "Apa sih yang paling berkesan bagi saya saat mengunjungi Danau Toba?"

Jawaban saya selalu satu yakni, "Makan nasi panas ditemani ikan mas arsik di atas kapal saat menyeberangi Danau Toba."

Boleh dibilang jawaban saya ini berangkat dari pengalaman yang saya rasakan pertama kali, bertahun-tahun yang lalu saat saya masih duduk di bangku SD. Saat itu saya diajak orangtua saya mengunjungi Ompung (kakek & nenek) di Onan Runggu di Pulau Samosir.

Usai menempuh perjalanan darat yang panjang dari bandara Polonia, kami tiba di pelabuhan Ajibata di Prapat. Dulu saat bandara Kualanamu dan Silangit belum ada, perjalanan ke Prapat ditempuh dari bandara Polonia di kota Medan dalam waktu lima hingga enam jam dengan menggunakan mobil. Dari pelabuhan Ajibata, kami menumpang sebuah kapal motor menuju Onan Runggu selama sekitar dua jam.

Saat itu hari sudah mulai sore. Dan karena kami sudah lelah dan lapar, kami pun membeli makanan berupa nasi panas dan ikan mas arsik yang dijual oleh inang-inang (ibu-ibu) di kapal tersebut. Mungkin karena memang kelaparan, apalagi ditambah cuaca yang dingin, entah kenapa hidangan sederhana itu terasa begitu nikmat. Apalagi sambil disuapi Mama, mata saya disuguhkan dengan pemandangan birunya Danau Toba.

Mengulang Kenangan Masa Kecil
Usai menghadiri pemakaman Ompung seperti yang sudah saya ceritakan dalam artikel sebelumnya, saya beserta suami dan adik saya pun pulang ke Jakarta dengan menumpang pesawat dari Kualanamu. Namun sebelum ke Kualanamu, kami harus mencapai Prapat lebih dulu. Dari Prapat ke Kualanamu memerlukan waktu sekitar 3-4 jam dengan mobil.

Suasana di Pelabuhan Onan Runggu, Samosir (Dokpri)

Kami bertiga mengambil trip kapal yang kedua (sekitar pukul 9 pagi) dari pelabuhan Onan Runggu menuju pelabuhan Ajibata. Untungnya letak pelabuhan tidak jauh dari rumah Ompung sehingga kami tidak perlu terburu-buru.

Hari itu, saya bertekad untuk mengulang kembali kenangan saya di masa kecil. Yah setelah ompung pergi, entah kapan lagi saya bisa kembali ke Onan Runggu. 

Kebetulan juga, suami saya juga belum pernah naik kapal penumpang menyeberangi danau terbesar se-Asia Tenggara ini, yang terbentuk puluhan ribu tahun yang lalu akibat letusan Super Volcano. Dahsyat yah kedengarannya? Hihihi.. Jadi saya ingin suami juga bisa merasakan pengalaman yang sama saat saya masih kecil dulu. So sweet khannn...

Begitu kami naik ke kapal, suami sempat merasa agak waswas. Maklum berita tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun tahun 2018 lalu, langsung muncul di kepalanya begitu saja. Tapi saya meyakinkan dengan memberi penjelasan bahwa cuaca pagi itu bagus, ombak tidak besar, rute Onan Runggu - Ajibata juga boleh dibilang aman dan muatan kapal juga jauh dari kata berlebih.

Bagian dek atas kapal (Dokpri)

Kapal motor yang kami tumpangi sebenarnya tak jauh beda dengan angkot. Kapal inilah yang menjadi transportasi sehari-hari masyarakat di sekitar Pulau Samosir untuk menyeberang. Oleh sebab itu, kapal kami ini akan berhenti di beberapa kampung untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Beda dengan kapal feri yang menyeberang langsung tanpa berhenti.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline