Lihat ke Halaman Asli

Irmina Gultom

TERVERIFIKASI

Apoteker

KLB di NTB, Mengenal Lebih Jauh tentang Rabies

Diperbarui: 22 Februari 2019   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: medicalnewstoday.com

Selain topik pilpres 2019 yang sedang ramai diberitakan dan memenuhi kolom-kolom media cetak, eletronik maupun online, beberapa hari belakangan ini ada isu lain yang menjadi perhatian utama yakni wabah penyakit Rabies.

Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat dinyatakan berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa) Rabies setelah 6 orang meninggal akibat gigitan anjing terduga Rabies. Dan kini status KLB telah meluas hingga dua kabupaten tetangga yakni Bima dan Sumbawa.

Saat ini sudah ada ratusan korban yang diduga tergigit anjing sehingga proses eliminasi terhadap ratusan anjing pun dilakukan untuk mencegah bertambahnya korban.

Eliminasi dilakukan dengan cara ditembak atau pemberian racun pada hewan positif Rabies terutama anjing-anjing liar. Selain langkah eliminasi, pemerintah setempat juga telah menerima bantuan ribuan dosis vaksin untuk para korban yang tergigit dan juga hewan-hewan peliharaan (ada pemiliknya).

Mungkin istilah penyakit Rabies ini sudah lama kita kenal. Namun mari kita memahami lebih jauh tentang apa itu Rabies, penyebab, gejala, pengobatan dan pencegahannya.

Rabies

Penyakit Rabies merupakan salah satu penyakit zoonotik (ditularkan ke manusia melalui hewan pembawa), dimana hewan pembawanya (reservoir) bisa berupa anjing liar atau kelelawar. Contoh penyakit zoonotik lainnya misalnya Anthrax, Flu Burung, Toksoplasma, Difteri, dan lainnya.

Rabies sejatinya disebabkan oleh infeksi oleh jenis virus RNA (Ribonucleic Acid) bernama Lyssavirus (dari keluarga Rhabdoviridae). Virus ini menyerang sistem saraf perifer dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa minggu hingga dua tahun.

Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, umunya hewan pembawanya berupa anjing liar. Virus Rabies masuk ke dalam tubuh melalui kontak cairan ludah atau darah reservoir ke tubuh manusia melalui bekas gigitan atau luka cakaran. 

Virus ini akan masuk ke lapisan kulit terdalam manusia (subkutan) atau jaringan otot menuju sistem saraf perifer. Ketika virus mencapai sistem saraf pusat (otak atau tulang beakang), virus ini akan mengakibatkan perubahan perilaku hingga mempengaruhi organ-organ tubuh yang lain.

Semakin dekat lokasi paparan (gigitan atau cakaran) ke otak, semakin cepat pula pergerakan virus tersebut. Hal ini akan menentukan seberapa tinggi tingkat urgenitas penanganan pertama pasca-paparan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline