Kalau bulan puasa tiba, biasanya sore hari menjelang waktu berbuka, tiba-tiba jalanan menjadi ramai. Apalagi kalau bukan karena pedagang takjil (hidangan untuk berbuka puasa) dan pembelinya yang tumpah ruah.
Berbagai macam hidangan camilan untuk berbuka puasa dijual untuk memenuhi kebutuhan pembeli. Mulai dari jajanan pasar yang gurih dan manis semacam lumpia, risoles, kue lupis, kue talam, kue lapis, sampai minuman yang manis-manis semacam es cendol, timun suri, sop buah dan sebagainya. Saking banyaknya jajanan, biasanya orang-orang akan kalap saat membeli. Bisa jadi malah kenyang duluan sebelum makanan 'sebenarnya' gara-gara kebanyakan makan takjil.
Banyaknya pedagang takjil tentunya akan menimbulkan persaingan di antara mereka. Berlomba-lomba untuk menjual dan meraup keuntungan sebanyak mungkin. Tentunya suatu hal yang wajar dan biasa dalam dunia ekonomi. "Dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya", kata prinsip ekonomi. Oleh sebab itu para pedagang takjil akan berusaha sedemikian rupa supaya mereka bisa menarik sebanyak mungkin pembeli. Caranya bisa macam-macam, mulai dari memberikan promo, menata barang dagangan sedemikian rupa, hingga melakukan hal-hal curang (mungkin tidak semua, tapi jelas ada!).
Takjil sebagai makanan yang akan dikonsumsi setiap hari selama bulan Ramadan, tentunya kita harus memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan. Jangan sampai kita mempertaruhkan kesehatan demi makanan yang tampak menarik dari luar dengan harga murah, tapi keamanannya tidak terjamin. Sayang banget kan kalau sampai tidak bisa menjalankan puasa gara-gara makan takjil yang tidak sehat. Tapi ini berlaku untuk takjil yang dibeli loh ya. Kalau buatan sendiri sih lain cerita.
Dan sudah menjadi suatu tradisi ketika bulan Ramadan tiba, BPOM dan Balai POM melakukan inspeksi sebagai bentuk tanggung jawab mereka dalam mengawasi keamanan pangan. Tentunya kita tidak perlu menunggu konfirmasi dari BPOM, manakah pedagang yang menjual Takjil yang sehat dan aman, karena ada begitu banyak pedagang dan tidak mungkin pihak BPOM memeriksa satu per satu, melainkan secara acak. Meski begitu, ada enam cara sederhana yang bisa kita lakukan sendiri untuk memastikan apakah Takjil yang dijual memenuhi kriteria sehat dan aman, misalnya:
Menghindari makanan dengan warna yang terlalu mencolok
Skrinning pertama yang bisa kita lakukan secara visual. Menggunakan bahan pewarna merupakan salah satu usaha untuk menghasilkan penampilan yang menarik pada makanan. Bahan pewarna bisa berasal dari bahan alami (Natural Food Color) atau bahan sintetis (Synthetic Food Color).
Antara pewarna alami dan sintetis tentunya akan lebih mahal yang menggunakan pewarna alami, karena untuk menghasilkan tingkat warna tertentu, bahan yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan pewarna sintetis. Selain itu, warna yang dihasilkan oleh pewarna alami juga biasanya tidak seterang dan semenarik pewarna sintetis.
Bahan pewarna alami misalnya daun suji, pandan, kunyit, bit, gula kelapa, wortel dan lainnya. Sementara pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan misalnya Tartrazine CI 19140, Ponceau 4R CI No. 16255, Eritrosin CI No. 45430, Briliant Blue CI No. 42090 dan sebagainya yang bisa dilihat disini. Dan kandungan-kandungan pewarna ini juga ada batas maksimumnya. Sementara itu, pewarna sintetis yang dilarang misalnya Rhodamin B, Kuning Metanil, Magenta I, II dan III, Kobalt Asetat dan lainnya yang bisa dilihat disini.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis yang berbahaya tentunya beresiko menimbulkan masalah kesehatan mulai dari reaksi alergi, mual, muntah hingga sakit kepala dan diare.
Tanpa alat uji yang memadai, tentunya kita akan kesulitan untuk memastikan apakah suatu makanan menggunakan pewarna sintetis yang aman atau tidak. Jadi lebih amannya, hindari makanan yang warnanya terlalu terang dan mencolok.