Lihat ke Halaman Asli

Irmina Gultom

TERVERIFIKASI

Apoteker

[Resensi Film] "The Post", Adu Kuat antara Pers dan Pemerintah

Diperbarui: 2 Maret 2018   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: foxmovies.com

Sejak  pengumuman perilisannya sekitar Desember 2017 lalu (kalau tidak salah),  saya langsung tertarik untuk nonton film ini. Film yang disutradarai  oleh Steven Spielberg dengan pemeran utama Tom Hanks dan Meryl Streep  ini, mengangkat kisah nyata tentang The Washington Post, salah  satu penerbit surat kabar yang terkenal di Amerika Serikat itu. Cerita,  beserta kombinasi sutradara dan aktor/aktris yang terlibat dalam film  ini langsung membuat saya penasaran. Maklum, saya memang menggemari  film-film yang mengangkat kisah nyata (based on true story) karena membuat pengetahuan saya bertambah tanpa harus belajar serius. Hihihi..

Setting pertama dibuka dengan cuplikan adegan Perang Vietnam dan diskusi  pejabat pemerintah AS terkait perang ini. Dan selanjutnya cerita mulai  berfokus pada Kay Graham (yang diperankan oleh Meryl Streep), Ben  Bradlee (diperankan oleh Tom Hanks) beserta tim wartawan The Washington Post yang berjuang mengungkap Pentagon Papers ke publik.

Sebagai informasi, Pentagon Papers adalah serangkaian dokumen paling rahasia (klasifikasi Top Secret)  Departemen Pertahanan AS terkait keterlibatan pemerintah AS dalam  Perang Vietnam. Dokumen ini terdiri dari 47 volume yang disusun dalam  rentang tahun 1967 -- 1969, mencakup 3,000 halaman narasi dan 4,000  halaman dokumen pendukung. Penelitian ini dipimpin oleh seorang Analis  Militer, Daniel Ellsberg, yang kemudian malah membelot dan beropini  bahwa seharusnya seluruh informasi hasil penelitian tim-nya diketahui  publik.

Halaman depan New York Times yang memuat artikel Pentagon Papers (sumber: newseumed.org)

Daniel Ellsberg kemudian mengkopi dokumen tersebut dan memberikannya kepada Neil Shenaan, salah seorang wartawan The New York Times. Koran tersebut adalah yang pertama kali mempublikasikan salah satu isi Pentagon Papersdan langsung menyita perhatian publik, termasuk Gedung Putih.

Gedung Putih langsung melayangkan peringatan kepada New York Times dan melarang mempublikasikan lebih jauh isi Pentagon Papers dengan alasan dapat mengakibatkan kehancuran negara, kematian langsung  tahanan perang AS, memperpanjang perang dan sebagainya. Dan karena New York Times menolak, gugatan perdata pun dilayangkan pemerintah AS sehingga New York Times diputuskan tidak boleh menerbitkan kembali Pentagon Papers.

Dari sinilah The Washington Post mulai berperan. Saat kasus Pentagon Papers ini berlangsung, Kay Graham baru saja kehilangan suami yang sekaligus menjabat sebagai pimpinan The Washington Post,  mendadak harus menjalankan perusahaan keluarga tersebut. Untuk  menstabilkan kondisi keuangan perusahaan, Kay Graham harus menjual  sejumlah sahamnya kepada publik. Setelah New York Times dilarang menerbitkan Pentagon Papers, tak disangka Ben Bradlee juga mendapatkan narasumber terpercaya terkait Pentagon Papers. Empat ribu halaman salinan dokumen tak beraturan itupun mulai disusun sedemikian rupa untuk menerbitkan artikel berikutnya.

Sumber: independent.co.uk

Kay  Graham dihadapkan pada dilema berat oleh dewan direksinya. Sebagian  mendorongnya (terutama Ben Bradlee) untuk menerbitkan artikel tersebut  dengan pertimbangan bahwa seharusnya pers tidak bisa didikte pemerintah  dan sebagian menentangnya karena berpotensi menyebabkan para investor  akan menarik sahamnya dari The Washington Post. Disatu sisi,  Kay Graham ingin tetap berpegang pada prinsip kebebasan pers sementara  disisi lain ia juga tidak ingin kehilangan perusahaannya, karena  kemungkinan terburuknya adalah The Washington Post tutup dan ia dipenjara karena melawan pemerintah.

Pada  akhirnya, Kay memutuskan untuk tetap mempublikasikan artikel tersebut  dan tentunya langsung menyulut reaksi dan peringatan dari Gedung Putih. The Washington Post dilarang keras masuk ke Gedung Putih lagi dan dituntut di pengadilan. Kasus New York Times dan Washington Post melawan pemerintah menjadi kasus yang paling terkenal dengan sebutan New York Times vs United States. Namun tak disangka, ternyata Pentagon Papers juga telah tersebar ke surat kabar lainnya mulai dari Times, Boston Globe dan lainnya.

Halaman depan The Washington Post yang memuat artikel Pentagon Papers (sumber: pophistorydig.coom)

Dan  ketika serombongan perusahaan media ini bersatu mengajukan banding ke  Mahkamah Agung, kasus pun dimenangkan pihak pers karena mereka berhasil  membuktikan bahwa dengan diterbitkannya Pentagon Papers ini,  tidak akan menimbulkan hal-hal seperti yang telah dikhawatirkan oleh  pemerintah. Kasus ini pun akhirnya melahirkan amandemen pertama pada  undang-undang yang menjamin kebebasan pers.

Seperti biasa, akting  yang ditampilkan Tom Hanks dan Meryl Streep sangat pas dengan tokoh yang  diperankan. Mungkin karena mereka berdua juga telah berpengalaman dalam  berakting di genre film-film serupa. Tapi menurut saya alur The Post ini boleh dibilang cukup lambat. Mungkin karena materi yang  yang disajikan lumayan "berat". 

Bagi penonton yang tidak tahu sama sekali kisah ini,  mungkin akan sedikit bingung. Saya sendiri bisa bertahan selama kurang  lebih 117 menit karena ingin tahu runutan kisah tersebut dan sebelum  menonton saya juga sudah browsing kecil-kecilan supaya lebih  mengerti alur ceritanya. Terutama pada bagian akhir film yang  menampilkan seorang sekuriti memergoki pembobolan sebuah ruang  perkantoran di malam hari, yang ternyata adalah Kantor Komite Nasional  Partai Demokrat. Pembobolan ini berujung pada pengungkapan Skandal Watergate yang diselidiki oleh dua wartawan The Washington Post yang menyeret Presiden Nixon pada pengunduran dirinya. Kesimpulannya? Recommended!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline