Sejak pengumuman perilisannya sekitar Desember 2017 lalu (kalau tidak salah), saya langsung tertarik untuk nonton film ini. Film yang disutradarai oleh Steven Spielberg dengan pemeran utama Tom Hanks dan Meryl Streep ini, mengangkat kisah nyata tentang The Washington Post, salah satu penerbit surat kabar yang terkenal di Amerika Serikat itu. Cerita, beserta kombinasi sutradara dan aktor/aktris yang terlibat dalam film ini langsung membuat saya penasaran. Maklum, saya memang menggemari film-film yang mengangkat kisah nyata (based on true story) karena membuat pengetahuan saya bertambah tanpa harus belajar serius. Hihihi..
Setting pertama dibuka dengan cuplikan adegan Perang Vietnam dan diskusi pejabat pemerintah AS terkait perang ini. Dan selanjutnya cerita mulai berfokus pada Kay Graham (yang diperankan oleh Meryl Streep), Ben Bradlee (diperankan oleh Tom Hanks) beserta tim wartawan The Washington Post yang berjuang mengungkap Pentagon Papers ke publik.
Sebagai informasi, Pentagon Papers adalah serangkaian dokumen paling rahasia (klasifikasi Top Secret) Departemen Pertahanan AS terkait keterlibatan pemerintah AS dalam Perang Vietnam. Dokumen ini terdiri dari 47 volume yang disusun dalam rentang tahun 1967 -- 1969, mencakup 3,000 halaman narasi dan 4,000 halaman dokumen pendukung. Penelitian ini dipimpin oleh seorang Analis Militer, Daniel Ellsberg, yang kemudian malah membelot dan beropini bahwa seharusnya seluruh informasi hasil penelitian tim-nya diketahui publik.
Daniel Ellsberg kemudian mengkopi dokumen tersebut dan memberikannya kepada Neil Shenaan, salah seorang wartawan The New York Times. Koran tersebut adalah yang pertama kali mempublikasikan salah satu isi Pentagon Papersdan langsung menyita perhatian publik, termasuk Gedung Putih.
Gedung Putih langsung melayangkan peringatan kepada New York Times dan melarang mempublikasikan lebih jauh isi Pentagon Papers dengan alasan dapat mengakibatkan kehancuran negara, kematian langsung tahanan perang AS, memperpanjang perang dan sebagainya. Dan karena New York Times menolak, gugatan perdata pun dilayangkan pemerintah AS sehingga New York Times diputuskan tidak boleh menerbitkan kembali Pentagon Papers.
Dari sinilah The Washington Post mulai berperan. Saat kasus Pentagon Papers ini berlangsung, Kay Graham baru saja kehilangan suami yang sekaligus menjabat sebagai pimpinan The Washington Post, mendadak harus menjalankan perusahaan keluarga tersebut. Untuk menstabilkan kondisi keuangan perusahaan, Kay Graham harus menjual sejumlah sahamnya kepada publik. Setelah New York Times dilarang menerbitkan Pentagon Papers, tak disangka Ben Bradlee juga mendapatkan narasumber terpercaya terkait Pentagon Papers. Empat ribu halaman salinan dokumen tak beraturan itupun mulai disusun sedemikian rupa untuk menerbitkan artikel berikutnya.
Kay Graham dihadapkan pada dilema berat oleh dewan direksinya. Sebagian mendorongnya (terutama Ben Bradlee) untuk menerbitkan artikel tersebut dengan pertimbangan bahwa seharusnya pers tidak bisa didikte pemerintah dan sebagian menentangnya karena berpotensi menyebabkan para investor akan menarik sahamnya dari The Washington Post. Disatu sisi, Kay Graham ingin tetap berpegang pada prinsip kebebasan pers sementara disisi lain ia juga tidak ingin kehilangan perusahaannya, karena kemungkinan terburuknya adalah The Washington Post tutup dan ia dipenjara karena melawan pemerintah.
Pada akhirnya, Kay memutuskan untuk tetap mempublikasikan artikel tersebut dan tentunya langsung menyulut reaksi dan peringatan dari Gedung Putih. The Washington Post dilarang keras masuk ke Gedung Putih lagi dan dituntut di pengadilan. Kasus New York Times dan Washington Post melawan pemerintah menjadi kasus yang paling terkenal dengan sebutan New York Times vs United States. Namun tak disangka, ternyata Pentagon Papers juga telah tersebar ke surat kabar lainnya mulai dari Times, Boston Globe dan lainnya.
Dan ketika serombongan perusahaan media ini bersatu mengajukan banding ke Mahkamah Agung, kasus pun dimenangkan pihak pers karena mereka berhasil membuktikan bahwa dengan diterbitkannya Pentagon Papers ini, tidak akan menimbulkan hal-hal seperti yang telah dikhawatirkan oleh pemerintah. Kasus ini pun akhirnya melahirkan amandemen pertama pada undang-undang yang menjamin kebebasan pers.
Seperti biasa, akting yang ditampilkan Tom Hanks dan Meryl Streep sangat pas dengan tokoh yang diperankan. Mungkin karena mereka berdua juga telah berpengalaman dalam berakting di genre film-film serupa. Tapi menurut saya alur The Post ini boleh dibilang cukup lambat. Mungkin karena materi yang yang disajikan lumayan "berat".
Bagi penonton yang tidak tahu sama sekali kisah ini, mungkin akan sedikit bingung. Saya sendiri bisa bertahan selama kurang lebih 117 menit karena ingin tahu runutan kisah tersebut dan sebelum menonton saya juga sudah browsing kecil-kecilan supaya lebih mengerti alur ceritanya. Terutama pada bagian akhir film yang menampilkan seorang sekuriti memergoki pembobolan sebuah ruang perkantoran di malam hari, yang ternyata adalah Kantor Komite Nasional Partai Demokrat. Pembobolan ini berujung pada pengungkapan Skandal Watergate yang diselidiki oleh dua wartawan The Washington Post yang menyeret Presiden Nixon pada pengunduran dirinya. Kesimpulannya? Recommended!