Lihat ke Halaman Asli

Irmina Gultom

TERVERIFIKASI

Apoteker

Balada PCC dan Kemarahan Apoteker

Diperbarui: 24 September 2017   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tablet PCC (Sumber: tribunnews.com)

Kalau saya tengok media sosial saya yang bertema biru-putih itu belakangan ini, semua isi timeline saya tidak jauh-jauh dari topik hot issue PCC, seruan-seruan macam "Stop Kriminalisasi Apoteker", sampai perubahan picture profile teman-teman saya yang ditambahkan tagline "World Pharmacist Day". Kalau pembaca sekalian mungkin ada yang berteman dengan farmasis, pastilah tidak asing dengan tiga hal tadi.

Bertepatan dengan World Pharmacist Day (Hari Farmasis Se-dunia) yang ditetapkan tanggal 25 September 2017 dalam kongres International Pharmaceutical Federation di Istanbul, isu yang tidak menyenangkan justru muncul di Indonesia. Yap, apalagi kalau bukan tentang PCC (Paracetamol, Caffein, Carisoprodol).

Tablet PCC mendadak menjadi beken setelah kasus sejumlah pelajar di Kendari menjadi korban akibat mengkonsumsi tablet PCC. Dan setelah itu, kasus ini melebar kemana-mana. Mulai dari pengusutan sumber dan alur distribusinya, penemuan pabrik ilegal yang memproduksi PCC, sampai berujung ke tersebarnya berita penggeledahan yang dilakukan oleh tim gabungan, pada sarana apotek yang (katanya) menjual obat-obatan yang mengandung PCC. Dan tiba-tiba saja para Apoteker 'terlihat' bereaksi keras - terutama di media sosial - dalam menanggapi informasi ini. Seruan "Stop Kriminalisasi Apoteker" beserta orasinya mendadak menjamur di media sosial. Jreng jreng...

Tapi entah kenapa dari menjamurnya seruan-seruan itu, yang saya lihat malah apoteker jadi seperti 'takut' dan merasa 'tertuduh'. Dalam orasi itu dikatakan bahwa apoteker adalah profesional yang memiliki kode etik dan telah disumpah untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasien. Bahwa untuk menjadi seorang apoteker, seseorang menempuh pendidikan yang tidak mudah dan memakan waktu yang lama. Bahwa apoteker lah yang paling tahu tentang keamanan obat sehingga tidak mungkin secara sengaja menempatkan pasien dalam bahaya dengan memberikan obat yang jelas-jelas dinyatakan berbahaya.

Taruhlah semuanya itu benar, tapi tidakkah seruan-seruan semacam itu malah terdengar agak sombong? Mengapa sombong? Karena nyatanya inspeksi-inspeksi sarana itu hanyalah suatu bentuk tindakan preventif dalam menanggapi kasus peredaran PCC. Berdasarkan hasil pengamatan saya di beberapa portal berita yang cukup kredibel terkait inspeksi sarana oleh tim gabungan ini, belum ada sarana yang ditemukan menjual PCC. Tanya kenapa? Ya jelas karena semua obat yang mengandung Carisoprodol telah ditarik dari peredarannya oleh BPOM sejak tahun 2013 (http://www.pom.go.id). Jadi kenapa harus marah?

Kalau kita sendiri yakin bahwa kita tidak melakukan pelanggaran di sarana, mengapa harus takut dan merasa tertuduh? Seharusnya kita bisa bekerjasama dengan penegak hukum untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa apotek HANYA menjual obat-obatan yang memiliki (Nomor Izin Edar) NIE yang valid dari produsen resmi yang didistribusikan secara resmi juga. Bukannya sibuk memviralkan postingan di media sosial dengan seruan-seruan yang menurut saya arogan. Akan lebih baik jika yang diviralkan adalah hal-hal yang bersifat edukatif, misalnya mengapa PCC berbahaya dan mengapa bisa beredar meski izinnya sudah dicabut, bagaimana memastikan status legalitas suatu obat, dan lainnya.

Setahu saya, hingga saat ini BPOM memang belum memiliki wewenang untuk melakukan penggeledahan dan penahanan terkait kejahatan di bidang obat-obatan tanpa didampingi kepolisian.

Terkait isu rencana pelaksanaan pemeriksaan obat-obat tanpa NIE yang akan dilakukan tim gabungan BPOM, BNN, Kepolisian dan Kehakiman tanggal 2 Oktober 2017 selama tiga minggu, dalam situs resminya telah diklarifikasi bahwa BPOM tidak pernah mengeluarkan pemberitahuan tersebut (www.pom.go.id). Dan misalnya sarana sejawat akan diperiksa oleh pihak berwenang, tinggal minta diperlihatkan tanda pengenal resmi, surat tugas dan surat perintah resmi penggeledahannya. Kalau tidak ada ya tolak saja.

Dan sekali lagi, meski efek samping yang ditimbulkan Carisoprodol dalam PCC sama dengan narkoba yakni sedatif (menenangkan), euforia (menimbulkan rasa senang) dan pada dosis tinggi bisa menyebabkan halusinasi hingga kejang, PCC BUKANLAH Narkoba Jenis Baru seperti yang diviralkan di media sosial terkait permen susu pada jajanan anak SD yang mengandung PCC.

PCC pada dasarnya adalah obat relaksasi otot yang kemudian sering disalahgunakan sehingga berpotensi bahaya bagi yang mengkonsumsinya. Dan karena itulah PCC dan obat lainnya yang mengandung Carisoprodol ditarik dari peredaran.

Jadi para Pembaca yang budiman, janganlah khawatir mengkonsumsi obat yang mengandung Parasetamol dan Caffein, karena tentunya obat tersebut aman dikonsumsi sesuai dengan anjuran dosisnya. Dan jangan lupa untuk selalu memastikan kualitas obat yang dibeli dengan cara membelinya di apotek/toko obat resmi, memastikan validitas nomor izin edarnya dan tanggal kadaluarsanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline