Belakangan ini ada topik yang tidak terlalu penting tapi cukup happening di kalangan farmasis, terutama profesi Apoteker. Awalnya saya sendiri sebagai Apoteker hanya mendengarnya sambil lalu. Tapi ketika topik ini akhirnya selalu muncul dalam setiap perbincangan ketika saya berkumpul dengan rekan sejawat, mau tidak mau saya jadi ikutan mikir.
Jadi ceritanya ada usulan baru yang diajukan oleh Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengenai perubahan letak gelar pada nama seseorang. Awalnya, gelar "Apt" diletakkan di belakang nama, namun kini diusulkan untuk diletakkan di depan nama. Misal, "Apt. Ayu, S.Farm." dan bukannya "Ayu, S.Farm., Apt.". Tak lain tak bukan tujuannya adalah supaya profesi Apoteker ini lebih dikenal oleh masyarakat dan agar masyarakat terbiasa memanggil Apoteker. Yah, mirip-mirip dokter gitu deh yang letak gelar profesinya di depan.
Lalu saya jadi mikir-mikir sendiri, sebegitu tidak terkenalnya kah profesi Apoteker itu di mata masyarakat Indonesia? Yah memang sih, sampai sekarang pasti masih ada yang tidak tahu Apoteker itu apa atau siapa. Bahkan anak kecil kalau ditanya cita-cita, profesi Apoteker tetap tidak termasuk dalam pilihan.
Dan yang paling penting, sebegitu ingin dikenalnya kah Apoteker ini di masyarakat?
Jujur, saya akui profesi Apoteker hingga saat ini masih belum dikenal dan seeksis dokter maupun suster. Dan saya sendiri pun sebagai Apoteker, ingin supaya masyarakat mengenal siapa itu Apoteker. Apa tugas dan pekerjaan mereka, dan dimana mereka bisa ditemukan.
Tapi usaha untuk memperkenalkan Apoteker ke masyarakat dengan mengubah letak gelar profesi jadi di depan nama seperti gelar dokter, terlihat seakan kita-kita ini sudah putus asa saking ingin dikenalnya. Seakan berbagai regulasi yang telah dibuat seperti "Apoteker Penanggungjawab harus standby di sarana sesuai jam operasional sarana" sudah tidak mampu lagi untuk 'memberitahukan' pada masyarakat akan keberadaan Apoteker.
Sebuah survey yang diadakan oleh salah satu situs komunitas farmasis (berita) menunjukkan bahwa 97% responden menginginkan agar gelar "Apt" diletakkan di depan nama. Hal ini mungkin yang memicu IAI untuk menanggapi respon tersebut sehingga mengajukan usulan perubahan letak gelar.
Tapi apakah dengan mengubah letak gelar tersebut citra Apoteker Indonesia akan menjadi sesuai dengan yang diharapkan? Dikenal dan dihormati orang serta memiliki pendapatan besar (setidaknya tiga hal ini yang saya saya tangkap mengenai harapan para Apoteker). Karena bila dibandingkan dengan Negara-negara maju di luar sana seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan lain-lain, tiga hal itulah yang diperoleh seorang Apoteker disana.
Menurut saya pribadi, perubahan letak gelar ini bukanlah solusi tepat supaya Apoteker lebih dikenal. Lalu apa? KUALITAS. Ya, satu kata ini yang menurut saya perlu benar-benar digenjot. Dan kualitas ini akan dicapai ketika para Apoteker mengurangi cara berpikir yang egosentris, melainkan mengutamakan Patient Oriented dan Pharmaceutical Care.
Dua konsep ini menuntut kita supaya lebih sering berinteraksi dengan pasien dan bukannya bersembunyi dibalik papan nama. Jadi jangan melulu mengutamakan kepentingan sendiri tapi tugas utamanya untuk melayani sebagai tenaga kesehatan diabaikan.
Sebagai catatan, saya tidak membicarakan peran Apoteker yang bekerja di Industri karena mereka memang pekerjaan mereka tidak mengutamakan interaksi dengan pasien. Apalah arti sebuah nama kalau kualitas sendiri tidak diutamakan?