Kaget. Itulah reaksi pertama saya ketika membaca salah satu liputan di website Kompas.com pagi ini. Rumah makan khas batak, Lapo Ni Tondongta, yang berlokasi di Senayan akan ditutup. Bukan karena tidak laku atau sepi pengunjung, melainkan karena di lokasi tersebut akan dibangun fasilitas penunjang untuk perhelatan Asian Games tahun 2018 nanti. Dan penutupan ini tidak hanya ditujukan kepada Lapo legendaris itu saja, tetapi juga ke rumah-rumah makan lain di sekitarnya.
Meskipun saya tidak selalu berkunjung ke tempat ini, tetap saja berita ini sangat mengecewakan, karena bagi saya pribadi, Lapo ini memiliki kesan tersendiri bagi saya. Lapo Ni Tondongta, adalah Lapo pertama yang pernah saya kunjungi bertahun-tahun yang lalu dan sejak saat itu saya selalu menyukai suasana khas yang diciptakan di Lapo. Mulai dari makanan khas Batak yang disajikan, hingga para pengunjung macam inang-inang (ibu) dan amang-amang (bapak) dengan karakter yang berbeda-beda, lengkap dengan suara mereka yang keras-keras. Hehehe..
Selain itu, Lapo Ni Tondongta ini juga sangat terkenal mulai dari kalangan warga biasa hingga para pejabat pemerintahan. Oleh sebab itu, tak jarang Lapo ini menjadi sasaran sekelompok mahasiswa yang ingin bernyanyi / ngamen untuk mengumpulkan dana kegiatan mereka. Dan tentunya mereka menyanyikan lagi-lagu Batak yang membuat para perantauan yang makan di sana menjadi teringat bahkan bernostalgia tentang kehidupan mereka di tapanuli sana, sehingga mereka rela merogoh koceknya dengan lembaran uang berwarna hijau hingga merah.
Penutupan Lapo ini kabarnya hanya tinggal beberapa hari saja, karena Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) sudah menerbitkan surat himbauan sejak November 2016 kepada para pemilik usaha, untuk menutup tempat mereka paling lambat tanggal 16 Desember 2016, karena kontrak mereka berakhir tanggal 15 Desember 2016. Hingga saat ini para pemilik usaha mengharapkan akan ada dialog dengan PPKGBK terkait relokasi maupun penundaan penutupan. Dan hingga saat ini belum ada tanggapan lebih lanjut dari pengelola.
Menurut saya pribadi, tentunya akan lebih baik jika para pemilik usaha direlokasi ke suatu tempat di sekitar GBK dan tetap membayar sewa kepada pengelola. Toh selama ini pun mereka sudah membayar sewa tempat. Dengan relokasi, justru kita akan bisa mempromosikan kuliner khas daerah Indonesia kepada wisatawan lokal dan asing ketika Asian Games berlangsung nanti, karena rumah-rumah makan tersebut umunya menyediakan sajian khas daerah Indonesia, mulai dari masakan Medan, Manado, Makassar hingga Chinese Food.
Selain itu, relokasi tentunya akan membuat lokasi tempat makan terlihat lebih rapi namun tetap tidak menghilangkan pendapatan para pemilik usaha yang sudah mereka bangun sejak bertahun-tahun yang lalu. Dapat dibayangkan, berapa banyak orang yang akan kehilangan pekerjaan mereka jika lokasi ini ditutup begitu saja. Padahal mereka menggantungkan hidupnya dengan berdagang maupun menjadi karyawan di rumah makan tersebut.
Jadi kita tunggu saja, akankah Lapo ini jadi hanya tinggal kenangan? Horas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H