Lihat ke Halaman Asli

Irmina Gultom

TERVERIFIKASI

Apoteker

Kapan (Kapan) Kawin?

Diperbarui: 14 Juli 2016   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya menerima undangan pernikahan dari salah satu kolega saya. Dan ketika melihat undangan itu, saya jadi teringat "pertanyaan keramat" yang sangat sering dilontarkan orang-orang kepada mereka yang (1) masih single, maupun yang (2) sudah In relationship tapi belum menikah. "Kapan kawin?"

Pertanyaan itu bukan hanya sering saya dengar untuk orang lain, tetapi belakangan ini pun saya sering ditanya seperti itu meskipun saya termasuk golongan 2. Dan entah kenapa, sekarang pertanyaan 'Kapan Kawin' ini seolah ramai-ramai dipetisi oleh para Jones alias Jomblo Ngenes. Menjelang libur Idul Fitri yang lalu, saya sering melihat postingan anak-anak muda di sosial media yang melarang pertanyaan ini diajukan ketika bersilahturahmi dengan keluarga. Eh?

Awalnya ketika seringkali saya ditanya seperti itu, saya pun merasa kesal. Terutama ketika saya bertemu keluarga atau teman yang sudah lama tidak berjumpa. Apalagi dengan adanya fakta bahwa banyak sepupu dan teman-teman saya yang saat ini sudah menikah, bahkan sudah menggendong anak kembar (terlepas itu anaknya atau bukan). Seperti tidak ada pertanyaan lain saja, pikir saya saat itu. Tapi lama kelamaan saya berpikir, untuk apa saya merasa kesal?

Beberapa hal yang saya simpulkan mengenai kemungkinan-kemungkinan mengapa pertanyaan itu yang paling sering muncul:

1. Mereka memang peduli dengan kita dan memotivasi kita untuk lebih 'giat' lagi memasang radar.

2. Mereka memang sengaja bertanya supaya mereka ditanya balik (ini terutama berlaku bagi mereka yang baru dapat pacar / akan segera menikah).

3. Mereka memang tidak punya topik lain untuk ditanyakan karena mereka sendiri sudah tahu kehidupan kita seperti apa. Dan biasanya kehidupan kita seluruhnya lebih baik daripada Si Penanya, kecuali fakta bahwa kita masih single.

Jadi, daripada merasa kesal, lebih baik kita menjawab dengan diplomatis, seperti:

1. Ditunggu saja. Yang penting kalau aku kasi undangan, kamu bisa datang.

2. Mungkin calonnya lagi nyasar, jadi telat ketemunya.

3. Kalau kamu pengen cepet-cepet aku kawin, emangnya kamu mau bayarin?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline