Lihat ke Halaman Asli

"KOTAKU", Solusi Permasalahan Pemukiman Kumuh Bantaran Sungai(?)

Diperbarui: 30 Mei 2018   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di suatu kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miaskin. Di berbagai kawasan kumuh khususnya di Kota-kota besar di Indonesia penduduk tinggal di kawasan yang sangat sulit untuk di lewati kendarann, Kurangnya pelayanan sanitasi (pembuangan sampah) mengakibatkan sampah yang bertumpuk-tumpuk.

 Beberapa indikator-indikator yang dipakai untuk mnegtahui apakah sebuah kawasan tergolong kumuh atau tidak adalah diantaranya dengan melihat Tingkat Kepadatan kawasan, Kepemilikan lahan dan bangunan serta sarana dan prasarana yang ada pada kawasan tersebut.

Daerah Kumuh (Slum area) berada pada kawasan bantaran sungai adalah suatu kawasan padat huni dengan masyarakat bertaraf ekonomi menengah kebawah. Kondisi Lingkungan sekitar bantaran sungai yang dulunya kotor banyak sampah. Sungai sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat baik yang tinggal di kawasan sekitaran sungai meupun masyarakat yang tidak tinggal, bagi masyarakat bagi tinggal di kawasan sekitar sungai.

Pemukiman kumuh di bantara sungai Bengawan Solo yang berada pada Kelurahan Pucang Sawit,Kecamatan Jebres, Surakarta. Hal ini dikarenakan oleh dua faktor utama yaitu faktor fisik dan faktor nonfisik. Faktor Fisik lebih cenderung padatersedianya lahan di perkotaan yang semakin berkurang menyebabkan para penduduk membuat pemukiman di lahan-lahan yang tidak diperuntukkan (misalnya bantaran sungai). 

Sedangkan faktor nonfisik disebabkan karena tingginya harga lahan untuk membeli perumahan, khusunya masyarakat berpenghasilan rendah. Kerena keterbatasan lahan maka dibuatlah pemadatan bangunan (densifikasi). Pemadatan inilah yang menjadi sebab utama pemukiman menjadi kumuh dengan kualitas lingkungan rendah. 

Selain itu dengan adanya angka migran yang masuk ke kota Surakarta,khususnya Kelurahan Pucang Sawit menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal menjadi hal yang pokok, akan tetapi semakin menyempitnya lahan untuk pemukiman menyebabkan harga lahan semakin tinggi, para pendatang baru yang umumnya merupakan para penduduk dengan tingkat ekonomi yang rendah akhirnya menggunakan lahan ilegal untuk embangun rumah

Namun hal yang tempuh Pemerintah Kota Surakarta untuk mengurangi pemukiman kumuh ini hanya berupa program penggusuran sepihak saja. Selain legalitas kepemilikan lahan yang menjadi alasan pemerintah Kota Surakarta juga karena permasalahan sampah.

Semenjak adanya perpindahan penduduk yang menempati kawasan bantaran sungai ini sampah hasil rumah tangga kemudian dibuang ke Bantaran sungai Bengawan Solo dan lahan sekitar sempadan sungai sebagai lahan konservai digunakan untuk menanam pohon dan mengakibatkan banjir ketika musim hujan.

Kondisi saat ini Pemukiman di Kelurahan Pucang Sawit, Surakarta

Pemukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sait terdiri dari 15 RW dan 3 diantaranya yang terindikasi pemukiman kumuh yaitu RW VI,RW VII dan RW VII yang berjumlah 375 KK. Kondisi dari segi kondisi fisik di Kelurahan Pucang sawit ini termasuk dalam kategori ligkungan kumuh dengan fasilitas umum dan prasarana lingkungan yang masih dibawah standart. 

Cirif fisik yang tampak adalah lingkungan padat, ketersediaan lahan dan kebutuhan akan perumahan tidak seimbang, luasan rumah hanya sekittar 20 m2 didominasi oleh perumahan non permanen, dan hanya terdapat 1 Wc untuk 40 KK, belum adanya drainase dan pembuangan sampah sehingga menyebabkan kawasan tersebut terkesan kumuh. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline