Lihat ke Halaman Asli

Irma Suryani

MAHASISWA

Tanggung Jawab Terhadap Benda Jaminan Fidusia Yang Dialihkan Kepada Pihak Lain

Diperbarui: 19 Januari 2025   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Irma Suryani_MagisterKenotariatan_FHUNAD_2025)

                                                                 

Fidusia dapat terjadi karena adanya perjanjian pinjam meminjam uang (utang piutang). Hal ini mengharuskan debitor sebagai penerima fasilitas pembiayaan memindahkan hak atas suatu obyek benda yang dimilikinya untuk meyakinkan bahwa dirinya akan melaksanakan pembayaran utangnya kepada kreditor. Sebenarnya obyek jaminan tersebut hanya untuk mengantisipasi apabila debitor tidak sanggup melunasi hutangnya kepada kreditor. 

Permasalahan yang sering muncul didalam masyarakat terutama pemberi jaminan fidusia terkadang tidak mengetahui adanya aturan larangan pengalihan benda jaminan tanpa persetujuan kreditornya, hal ini dikarenakan pihak kreditor terkadang tidak memberikan pemahaman kepada debitor tentang aturan/ketentuan yang berlaku dalam perjanjian bahkan bentuk perjanjian kredit antara kreditor dengan debitor dibuat dalam bentuk baku. Sehingga debitor sifatnya hanya manandatangani saja tanpa mengetahui tentang makna dari isi perjanjian kredit tersebut melainkan debitor hanya memahami tentang ketentuan perjanjian kredit dalam kehidupan sehari-harinya. Adapun permasalahan lain yang muncul terhadap peralihan jaminan fidusia seperti adanya faktor sengaja yaitu adanya unsur kesengajaan dari pemberi fidusia atau Debitor mengalihkan kepada pihak lain.

Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menyatakan pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis dahulu dari penerima fidusia. Selain dari pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, juga diatur mengenai sanksi pidana yaitu terdapat dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia mempertegas kembali larangan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia, pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Dari penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur yang berkaitan atau yang dapat menimbulkan sanksi pidana dalam pasal tersebut adalah :

  • Mengalihkan
  • Pengaturan mengenai mengalihkan jaminan fidusia didapati pada ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, yang menerangkan bahwa :
  • Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditor baru.
  • Beralihnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh kreditor baru kepada kantor pendaftaran fidusia.

Jadi berdasarkan ketentuan tersebut setiap peralihan yang tidak mendapatkan persetujuan dari penerima fidusia baik yang dilakukan dengan akta otentik atau akta dibawah tangan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dijelaskan yang dimaksud mengalihkan antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan setara disini adalah tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya.

Kata pengalihan atas piutang dalam Pasal 19 ayat (1) UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia mengajarkan kepada kita bahwa tindakan mengalihkan merupakan tindakan aktif dan memang dikehendaki sedangkan yang merupakan tindak pidana apabila mengalihkan atau memindahtangankan tanpa prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 

  • Mengadaikan atau menyewakan
  • Penyerahan benda hak milik secara kepercayaan dari kreditor kepada debitor yang mana statusnya penyerahan untuk pinjam pakai apabila sudah dijaminkan dalam perjanjian yang mana benda tersebut yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepercayaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan dengan maksud melawan hukum yang dilarang dengan Undang-Undang ini. Dari apa yang dikemukakan diatas nampak, bahwa fidusia sebagai lembaga jaminan kebenda tidak bisa berdiri sendiri, tetapi selalu Accessoir pada suatu perjanjian pokok. Sebagai perjanjian yang bersifat  Accessoir nasibnya bergantung pada perjanjian pokoknya. Kalau perjanjian pokoknya, karena suatu sebab batal, maka perjanjian fidusianya juga batal. Untuk menegaskan kedudukan kreditor sebagai kreditor preferent, maka disebutkan dengan tegas bahwa jaminan tersebut meliputi semua tagihan kreditor, juga yang muncul sebagai ongkos, termasuk ongkos untuk mendapatkan pelunasan sebagai akibat wanprestasi dari pihak debitor.
  • Walaupun pada dasarnya barang yang telah dipindahtangankan adalah milik debitor, akan tetapi debitor sudah menyerahkan kepada pihak kreditor sebagai jaminan dalam fidusia yang tentunya perbuatan tersebut sudah dilakukan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga setiap akan melakukan tindakan yang berkaitan dengan barang jaminan fidusia itu debitor harus meminta izin dulu kepada pihak kreditor paling tidak pihak kreditor mengetahui atas perbuatan debitor sudah melanggar asas-asas sahnya suatu perjanjian.
  • Dari sudut pandang pasal tersebut diatas, perbuatan debitor yang mengalihkan barang jaminan fidusia dan yang belum mendapat persetujuan dari pihak kreditor maka debitor sudah melakukan kesalahan secara hukum. Akibat yang disebabkan debitor telah melakukan pelanggaran atas jaminan fidusia yang telah disewakan, dijual atau bahkan dialihkan pada orang lain, maka dari perbuatan debitor itu dapat dituntut melalui pelanggaran pidana seperti yang telah diatur dalam Pasal 36 Undang Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jamina Fidusia.
  • Meskipun perjanjian merupakan kategori hukum keperdataan tetapi dalam konteks benda jaminan dapat menjadi kategori pidana bilamana ketentuan dalam undang-undang mengatur demikian. Sehingga apabila benda jaminan fidusia dialihkan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan penerima fidusia sudah terpenuhi unsur pidana yaitu adanya perbuatan melawan hukum.
  • Prinsip yang terkandung dalam hubungan kontraktual adalah jaminan kepastian pelaksanaan kontrak. Wanprestasi merupakan peristiwa keperdataan yang sering terjadi dalam hubungan kontraktual. Wanprestasi akan menjadi peristiwa pidana apabila telah ada unsur-unsur melawan hukum, misalnya objek benda yang menjadi jaminan utang piutang di pindahtangankan atau digelapkan. Pemindahtanganan tersebut tidak hanya wanprestasi tetapi telah memenuhi unsur-unsur pidana atau tindak pidana, karena hal tersebut telah melanggar Pasal 36 UUJF atau Pasal 372 KUHP.
  • Andi Hamzah menjelaskan bahwa dalam delik penggelapan, kepentingan hukum yang hendak dilindungi adalah kekayaan milik orang lain dan kepercayaan. Perbuatan mengalihkan, memindahtangankan, menggadaikan , menyewakan, menunjukkan bahwa pemberi fidusia telah menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh penerima fidusia. Perjanjian jaminan fidusia di dalamnya terdapat unsur kepercayaan karena objek yang menjadi jaminan fidusia masih digunakan oleh pemberi fidusia/ debitur. Debitur telah memperoleh manfaat ekonomis dari benda yang menjadi jaminan fidusia.
  • Perbuatan yang dilakukan oleh debitor dalam pengalihan benda jaminan fidusia tanpa adanya izin dari penerima jaminan fidusia merupakan delik aduan, sehingga pemberi fidusia mempunyai upaya yang dapat dilakukan agar terhindar dari pertanggungjawaban pidana. Ketentuan berkaitan dengan penghindaran pertanggungjawaban pidana diatur dalam ketentuan undang-undang jaminan fidusia.
  • Ketantuan yang mengatur tetang penghindaran tanggungjawab pidana terdapat pada Pasal 20 UUJF yaitu Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Berdasarkan hal tersebut maka kiranya pemberi jaminan fidusia mengetahui bahwa jaminan atas benda akan selalu mengikuti bendanya walaupun dialihkan kepada pihak lain, dengan demikian apabila dialihkan maka pemberi fidusia atau debitor mempunyai itikad baik yaitu dengan memberitahukan atau menjelaskan keberadaan benda jaminan tersebut kepada siapapun benda itu berada.

Demikian juga diatur dalam Pasal 21 UUJF, yaitu apabila benda jaminan dialihkan maka harus diganti dengan benda yang setara dengan benda jaminan yang digadaikan. Dengan demikian maka pihak pemberi jaminan fidusia apabila telah mengalihkan benda jaminan maka dapat mengajukan benda jaminan baru sebagai pengganti atas benda jaminan yang dialihkan kepada pihak lain sehingga pemberi fidusia atau debitor akan terhindar dari pertanggungjawaban pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UUJF.

Dalam Pasal 30 UUJF mengatur bahwa pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan. Dengan demikian agar debitor terhindar dari tuntutan pertanggungjawaban pidana maka sesegera mungkin menyerahkan benda jaminan fidusia meskipun telah dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan kreditornya. Apabila benda jaminan fidusia tersebut telah dialihkan kepada pihak lain dengan cara menjual, maka debitor dalam hal berkewajiban melakukan pelunasan atas hutang berdasarkan perjanjian kredit dengan kreditornya.

Apabila pemberi fidusia atau debitor telah menjual atau mengalihkan benda jaminan fidusia kepada pihak lain baik dengan cara over kredit maka hendaknya memberitahukan kepada kreditor. Hal tersebut perlu dilakukan agar kiranya tidak lagi adanya tuntutan untuk melakukan pembayaran atas hutang tersebut. Debitor pada dasarnya agar terhindar dari tuntutan pertanggungjawaban pidana melakukan pengalihan benda jaminan atas dasar itikad baik. Karena dalam keadaan yang demikian tindakan itikad baik menjadi sangat penting dalam suatu perjanjian yaitu secara jujur memberikan informasi tentang keadaan benda jaminan yang telah dialihkan kepada pihak lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline