Lihat ke Halaman Asli

Irma sugrianti Solihat

Dream come true

Penyesalan Seorang Ibu

Diperbarui: 1 Februari 2025   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Beberapa hari, suasana rumah begitu sepi. Tak ada suara canda tawa antara kakak  dengan adik-adiknya. Berhari-hari dia hanya berdiam dikamar, tidak keluar setelah pulang sekolah ataupun mengambil makan. Ini terjadi setelah peristiwa suatu magrib, Ibu menyusul kakak  ke tempat dia bermain bersama teman-temannya di rental PS dan terlihat dia belum menunaikan shalat magrib. Tanpa banyak berpikir ibu yang sudah sejak sore mengingatkan dia untuk pulang agar mandi dan shalat magrib dulu, namun tidak digubrisnya. Akhirnya ibu pun meluapakan emosinya di depan teman-teman kakak .

Teman-temannya langsung terdiam, suasana berubah canggung.Kakak yang tadi ceria langsung tertunduk, matanya berkaca-kaca. Ia merasa malu karena dimarahi di depan teman-temannya. Tanpa berkata apa-apa, ia terbangun dan langsung berlari pulang ke rumah.

Sejak kejadian tersebut, ibu merasakan perih di hatinya. "Kenapa aku harus marah tadi? Kenapa aku tidak lebih sabar?" bisik ibu dalam hati. Ibu meminta maaf seketika setelah kejadian itu, namun kakak sepertinya merasa sakit hati. Ibu tidak banyak bicara setelah kejadian itu, hanya berharap kakak bisa segera memaafkannya.

Air mata ibu jatuh. "Aku ingin menjadi ibu yang lebih baik," ucapnya pelan. Ibu berjanji, tidak akan mengulanginya lagi dan belajar untuk bersabar dengan semua sikap anak-anaknya. Ibu bertekad untuk belajar lebih sabar lagi dalam membimbing dan mengajarkana anak-anaknya. Karena ibu tahu, anak bukan hanya butuh didikan, tapi juga kasih sayang yang tulus.

Ibu menyadari bahwa memarahi anak didepan teman-temannya bukanlah suatu sikap yang baik, sebab berteriak pada anak juga bisa memberi pengaruh buruk pada perkembangan serta kepribadiannya di masa yang akan datang. Teriakan-teriakan tersebut juga dikhawatirkan bakal menimbulkan efek trauma sehingga membuatnya ketakutan dan tidak percaya diri.

Ibu menyadari bahwa marah yang disebabkan oleh emosi tentu saja sangat dilarang. Rasulullah SAW saja tidak pernah mencontohkan kekerasan. Beliau mendidik anak dengan cara yang lemah lembut dan tanpa disertai dengan amarah.

Begitu pula dengan firman Allah dalam Surat Luqman ayat 19 yang berbunyi: "Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai."

Alih-alih memarahi anak dengan nada tinggi atau memberikannya hukuman fisik. Ibu berpikir, ada baiknya  mengikuti pola asuh dari Rasulullah yang selalu lemah lembut kepada anak. Beliau tidak pernah sekali pun mencela, memarahi, atau memukul, bahkan menunjukkan wajah masam ketika memarahi anaknya. Beliau bersabda: "Bukanlah orang kuat itu yang pandai bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya saat marah." (HR. Bukhari dan Muslim).

Marah pada anak mungkin sesuatu yang enggak bisa ibu hindari. Tapi untuk masa yang akan datang Ibu akan belajar menenangkan diri terlebih dahulu. Kalau bisa sambil membaca istighfar lalu pikirkan lagi dengan matang apa yang menjadi penyebab kemarahannya. Kemudian sampaikan dengan baik apa yang ingin ibu ungkapkan pada semua anak-anaknya.  Memberikan penjelasan dengan baik serta mudah dipahami oleh anak. Meskipun marah, sebagai orang tua tetap harus menunjukkan rasa cinta serta kasih sayang

Semoga Allah memberi ibu kekuatan untuk menjadi orang tua yang lebih lembut dan penuh cinta, seperti teladan Rasulullah SAW. Aamiin

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline