Lihat ke Halaman Asli

{Untukmu Ibu} Mamaku Pelita Hidupku

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Irma Senja : 283

Teruntuk Mama terkasih,...

Udara kota Bekasi hari ini begitu teduh Ma, hujan menerus beberapa hari terakhir seolah menyiramkan kesejukan disini. Aku duduk ditepian tempat tidur sore ini, memandang keluar jendela, menatap langit dan awan namun ingatanku terbang menujumu.

Seharian ini aku demam , efek kelelahan memang mudah sekali membuat ketahanan fisikku menurun. Aku jamin jika aku mengatakan sedang dalam kondisi sakit, mama akan langsung cemas dan buru-buru datang mengunjungiku. Mengingat itu kadang aku memilih lebih suka berbohong padamu dan bilang bahwa aku baik-baik saja, hanya supaya tidak membuatmu  cemas.

Saat fisikku sedang menuntut perhatian, anehnya aku masih saja seperti anak kecil yang masih terus mencari ibunya. Egoisnya aku ya Ma, saat sakit bahkan hingga  sudah menjadi seorang ibu sekali pun aku masih saja merepotkanmu. Ada keteduhan saat kau mendampingiku, ada ketenangan saat mama ada disampingku. Betapa mama selalu ada melingkupi setiap saat hidupku, disela kesibukanmu bekerja aku dan adik-adik tidak pernah kehilanganmu. Bahkan sampai kini aku jauh, mama tidak pernah kehabisan cara untuk terus memberi kasih sayang dan perhatian. Sayangnya ada saat dimana aku malu mengaku bahwa aku sangat menyayangimu, tapi tidak sepenuhnya memenuhi baktiku kepadamu. Jika mama begitu setia mendampingiku disaat tersulitku maka aku sebaliknya.

Aku ingat hari itu saat Anne menelpon mengabarkan bahwa mama harus segera di operasi karena miom pada rahim mama sudah membesar. Saat itu aku kaget dan luar biasa panik Ma,  saat itu Mama mungkin ingin aku segera pulang dan menemanimu. Sayangnya yang kulakukan hanya mengirimkan uang untuk membantu pengobatanmu, menyelesaikan urusan rumah tanggaku, anakku yaitu cucumu lalu mengunjungimu itu pun tidak lama karena aku cemas meninggalkan anakku dirumah tanpa pengawasanku.

Sampai akhirnya aku bisa pulang dan menemani mama di RS. Saat itu Mama terus-terusan muntah dan tidak bisa berjalan ke kamar mandi dan aku sibuk menghindar saat mama muntah karena aku ikut merasa mual.

" Ne, teteh gak tahan... teteh selalu ikut muntah kalau lihat muntah ne " bisikku pada adikku, aku memintanya mengurus Mama dan membersihkan muntahmu.  Sementara aku keluar kamar dan menunggu diluar, sementara mama terus muntah-muntah dan aku sibuk menutup telingaku.

Lalu saat mama membutuhkan bantuan pispot untuk buang air besar, aku panggil suster dan membiarkan suster membersihkan kotoranmu. Papa menatapku saat itu, dan aku mengalihkan pandang mengabaikan tanda tanya yang ada dibenaknya atas sikap durhakaku yang enggan mengurus mama sepenuhnya.  Aku sibuk mengeluh meski didalam hati karena Mama mengeluh sepanjang hari, mungkin menuntut perhatian karena aku duduk disampingmu namun sibuk dengan Hp dan buku bacaanku. Aku lelah,... RS sepertinya membuatku sakit, dan malam-malam panjang mama di RS lebih sering ditemani papa dibanding anak kesayanganmu. Aku...yang lebih memilih tidur di rumah dari pada tidur terduduk dikursi kamar rawat inapmu. Alangkah durhakanya aku Ma...*tears

Dan hari itu akhirnya tiba, hari dimana Tuhan menjewer telingaku dengan begitu keras Ma. Hari di mana Tuhan menampar pipiku dengan sekuatnya dengan kenyataan hidup yang harus aku hadapi. Kesakitan yang menerus, nyeri yang berulang ... sampai akhirnya vonis tak alang kepalang aku terima, sampai operasi pertama, kedua lalu ketiga. Dan sekian rentetan khemotheraphy setelahnya.

Aku terbaring tanpa daya di RS sepanjang waktu saat itu, tak bisa bergerak dengan luka operasi panjang disepanjang abdomenku dan barisan timah disepanjang lukanya demi membuat lem operasian itu tidak terlepas dan bergeser. Ac dan kamar RS tempatku di rawat jauh lebih nyaman dari tempatmu terbaring dulu Ma, namun aku terus mengeluh kepanasan dan tanganmu terus mengusap dan mengelap keringat yang menetes dikeningku. Sementara tanganmu yang lain terus bergerak mengipasiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline