Lihat ke Halaman Asli

irmanda nyoman

Wanita bagi Indonesia Lebih Baik

Hari Masyarakat Adat Internasional, Momen untuk Meningkatkan Ketersediaan Layanan Kesehatan serta Vaksinasi Covid-19

Diperbarui: 10 Agustus 2021   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hari Masyarakat Adat Internasional atau International Day of the World's Indigenous Peoples yang diperingati pada 9 Agustus setiap tahunnya menjadi momentum bagi negara dan warga dunia untuk turut serta memperhatikan hak-hak masyarakat adat, yang kian menjadi penting di masa pandemi ini.

PBB mencatat, lebih dari 70% populasi dunia tinggal di negara-negara dengan ketimpangan pendapatan dan kekayaan yang meningkat, tak terkecuali masyarakat adat. Padahal, mereka juga sedang menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi dan kerugian sosial-ekonomi yang akut. 

Tingkat ketimpangan yang tinggi tersebut umumnya berhubungan dengan ketidakstabilan kelembagaan, korupsi, krisis keuangan, meningkatnya kejahatan serta kurangnya akses terhadap keadilan, pendidikan, serta layanan kesehatan.

Khusus untuk layanan kesehatan, Indonesia agaknya perlu menggaris bawahinya sebagai pokok pekerjaan rumah yang wajib segera diselesaikan di masa pandemi Covid-19. Akses terbatas terhadap fasilitas kesehatan membuat kelompok masyarakat adat rentan terhadap potensi penularan Covid-19.

Ketahanan masyarakat adat hadapi Covid-19

Meskipun jauh dari akses kesehatan. Masyarakat adat memiliki ketahanan yang patut diacungi jempol. Mereka memiliki kearifan lokal yang dijaga turun temurun terkait respon terhadap pandemi.

Komunitas adat memiliki memori kolektif untuk menghadapi pagebluk yang pernah menyebar di masa leluhurnya. Pengetahuan ini pun diturunkan kepada para tokoh adat sehingga mereka bisa merespon pandemi Covid-19 dengan lebih baik.

Misalnya pada pandemi influenza di Hindia Belanda pada 1918. Kala itu suku adat di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, kehilangan sekitar 10% dari populasinya akibat penyakit menular ini.

Hingga kini, pengetahuan tersebut terus dirawat oleh pemuka adat Tana Toraja yang menamainya dengan raa'ba biang yang berarti pohon atau ilalang yang berjatuhan. Pengalaman ini pun menjadi bekal bagi masyarakat adat untuk menghadapi berbagai penyakit menular setelahnya.

Nyatanya, pengetahuan tersebut mampu menyelamatkan para penduduk di komunitas adat dari keganasan pandemi. Kegesitan masyarakat adat dalam merespon pandemi Covid-19 ini pun sepatutnya menjadi bahan renungan bersama.

Lihat saja masyarakat Baduy yang tak memiliki kasus positif Covid-19 sejak awal pandemi. Kondisi ini pun bukan disebabkan karena wilayah mereka yang berada di pedalaman, melainkan karena kesigapan para tokoh adat setempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline