Lihat ke Halaman Asli

Segudang Masalah Pertanian Kita

Diperbarui: 21 Februari 2019   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanian (nusantaranews.co)

Debat calon Presiden beberapa hari lalu ibarat membuka kotak pandora pertanian kita. Prabowo Subianto selaku capres penantang menyampaikan bahwa negara ini seperti tersandera oleh impor pangan. Oleh karena itu, agenda yang diusungnya adalah menghentikan berbagai jenis importasi. Ia ingin agar negara ini bisa mencukupi semua kebutuhannya sendiri.

Misi politik yang ia sampaikan dengan menggebu-gebu itu terkesan heroik sekali. Tak heran bila di kalangan pendukungnya, Prabowo sudah dianggap seperti ratu adil yang bisa menyelesaikan segala masalah di muka bumi.

Masalah kelar? (meme edit pribadi)

Terlepas dari aksi panggung tadi, seruan Prabowo di panggung debat kemarin sebetulnya bisa dianggap sebagai teguran keras untuk sektor pertanian kita. Ia ingin mengatakan bahwa pertanian kita tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan kita. 

Entah apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman seusai debat kemarin. Karena sektor yang dipimpin Amran itu seolah menjadi titik lemah pemerintahan Jokowi, sehingga mendapat serangan dari Prabowo. 

Bila merujuk pada beberapa komoditas utama seperti beras, jagung, dan gula, impor memang menjadi sebuah ironi dan kegagalan pertanian kita. Sebab, Indonesia memang punya potensi besar pada komoditas utama tersebut. Hal ini bukan hanya karena Indonesia punya lahan yang subur, tetapi bertanam merupakan kultur budaya yang sudah melekat.

Terlebih, Indonesia pernah menorehkan sejarah swasembada beras di era kepemimpinan Presiden kedua Indonesia Soeharto. Begitu pula dengan komoditas gula, Indonesia pernah dikenal sebagai negara eksportir, namun kini menjadi importir. 

Sumber

Meski ironis, namun impor pada komoditas utama sejatinya bukan haram. Toh, kalau memang hasil produksi dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, impor memang jadi opsi yang dibutuhkan.

Sebenarnya masalah tata kelola pangan tak hanya terletak pada impor, namun bagaimana Kementerian Pertanian (Kementan) mengelola pangan dari hulu ke hilir. Misalnya, untuk hulu, bagaimana Kementan bisa memastikan kesejahteraan petani dan risiko berkurangnya pekerja di sektor ini karena pergeseran industri, teknologi, dan waktu. 

Bisa saja kita mengadopsi strategi di Amerika Serikat, yang memberi insentif ke petani agar tetap bisa menarik pekerja di sektor ini dan memastikan kebutuhan masyarakat luas terpenuhi. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline