Pernikahan adalah suatu hal yang hampir semua orang dambakan. Bahkan ada pula yang menganggap melakukan pernikahan dan membina rumah tangga adalah tujuan akhir dari hidupnya. Melalu pernikahan yang sah pula manusia bisa meneruskan garis keturunannya secara legal.
Namun dalam melakukan pernikahan yang sah ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Dalam Undang-undang Tahun 1947 pasal 2 Tentang Perkawinan telah disebutkan bahwa pernikahan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat lain yang disebutkan dalam undang-undang perkawinan adalah mengenai usia kedua mempelai. Bahwa pernikahan yang diakui sah oleh negara adalah apabila sang pria telah berusia 19 tahun dan sang wanita sedikitnya berusia 16 tahun.
Batasan tersebut adalah untuk menjaga kesehatan suami-istri serta keturunan. Namun bagaimana jika usia salah satu atau kedua mempelai belum mencapai usia yang disyaratkan?
Fenomena tersebut biasa disebut oleh masyarakat sebagai pernikahan dini. Menurut Sovia Hasanah, S.H, dalam kacamata hukum yang dimaksud dengan menikah muda atau pernikahan dini (perkawinan di bawah umur) adalah perkawinan yang dilakukan sebelum usia 19 tahun bagi laki-laki dan sebelum usia 16 tahun bagi perempuan.
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, harus mendapatkan izin kedua orang tua.
Untuk melaksanakan hal tersebut, maka kedua orang tua laki-laki maupun kedua orang tua perempuan dapat meminta dispensasi atas ketentuan umur kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang non-Islam. Pengajuan dispensasi tersebut diajukan ke Pengadilan sesuai wilayah tempat tinggal pemohon.
Di Indonesia sendiri banyak sekali terjadi kasus pernikahan dini seperti yang dilansir oleh Kompas.com, senin (4/2/2019). D (15) dan DA (14) telah melangsungkan pernikahan di Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Keduanya terpaksa dinikahkan oleh keluarga karena takut terjadi perzinahan.
Kasus serupa dialami oleh APA (17) dan APR (15) yang juga terpaksa dinikahkan oleh pihak keluarga di Polewali Mandar, karena keduanya sering pulang subuh bersama. Untuk menghindari pandangan negatif dan mencegah hal-hal buruk terjadi, maka kedua keluarga sepakat untuk menikahkan keduanya.
Kasus lainnya adalah AR (13) dan AM(14) yang juga telah melangsungkan pernikahan tepatnya di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Alasan pernikahan ini sebenarnya sedikit konyol, karena AM sang mempelai wanita memutuskan untuk menikah karena takut tidur sendirian.
Sejak sepinanggalan ibunya AM memang kerap tidur sendirian karena ayahnya sering keluar kota untuk bekerja. Itulah mengapa AM mau untuk menikah.