Masa pandemi adalah masa yang sangat sulit bagi wajib pajak. Agar tak sia-sia, Indonesia perlu menjadikan masa ini sebagai momentum untuk melakukan reformasi secara serius. Mulai dari reformasi struktural, reformasi sektor keuangan, hingga reformasi fiskal termasuk pajak.
UU No 2 tahun 2020 mengizinkan pemerintah untuk melakukan defisit anggaran lebih dari 3% guna melindungi masyarakat dari pandemi. Tentu hal ini tidak selamanya. Pemerintah menargetkan defisit APBN kembali di bawah 3% pada 2023.
Target ini akan dicapai secara bertahap. Sebelumnya, pada tahun 2020, defisit APBN dirancang sebesar 1,76% dari PDB. Namun, ketika pandemi terjadi, defisit Indonesia melebar menjadi 6,09%.
Angka defisit ini sudah diturunkan menjadi sekitar 5,7% pada tahun 2021 dan 4,5% pada 2022. Direncanakan, angka ini bisa menurun kembali menjadi maksimal 3% pada 2023
Untuk mencapai hal tersebut ada dua hal yang harus dipenuhi, yakni peningkatan penerimaan negara dan perbaikan kualitas belanja.
Menuju Indonesia Emas 2045 (Sumber: Pexels)
Transformasi Demografi
Di sisi lain, transformasi struktur sosial menunjukkan bahwa 20 tahun yang lalu, sekitar 50% populasi Indonesia dikategorikan miskin dan rentan miskin. Namun, saat ini masyarakat yang berada dalam kategori tersebut sudah menurun menjadi sekitar 30%.
Pada saat yang sama, kelas menengah meningkat dari 41% pada 20 tahun lalu menjadi 47% saat ini. Kelompok ini memiliki konsumsi yang cukup tinggi. Saat ini kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB adalah yang paling besar (hingga 56%).
Reformasi perpajakan menjadi kian mendesak. Sebab, pajak bukan hanya tentang meningkatkan pendapatan, tetapi juga tentang menggerakkan kelas menengah Indonesia.