Presiden Joko Widodo hari ini melakukan sebuah langkah yang sangat tepat. Ia mengumumkan bahwa dirinya akan lebih percaya pada data Badan Pusat Statistik. Ia tidak akan memakai data dari Kementerian Pertanian.
Bagi seorang bawahan, pengakuan bahwa dirinya tidak lagi dipercaya atasan, seharusnya jadi pengingat. Atau pertanda, untuk mengundurkan diri. Karena buat apa lagi? Bosnya sendiri tidak mau percaya pada dirinya.
Di hadapan publik, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah hanya akan menggunakan satu data acuan untuk menentukan kebijakan perberasan. Yaitu data BPS.
Langkah Presiden Jokowi itu sangatlah tepat. Karena selama ini, data produksi beras simpang siur. Kementerian PERtanian pernah menyatakan bahwa produksi beras 2018 akan mencapai 46,5 juta ton.
Sedangkan BPS sebagai otoritas data nasional, atau lembaga yang paling berhak dan sahih mengeluarkan data, menyatakan bahwa produksi beras nasional sampai akhir 2018, hanya akan mencapai 32,42 juta ton. Itu lebih rendah 32 persen dibanding data versi Kementan.
Kalau sekadar beda data saja sih tidak masalah. Tapi parahnya, Kementan pernah ngotot mengenai data buatannya, hingga terjadilah polemik impor beras. Bahkan data Kementan -yang belakangan terbukti salah- membuat Badan Urusan Logistik (Bulog) bersitegang dengan Kementerian Perdagangan.
Ketika itu Bulog yakin dengan data Kementan, dan merasa tidak perlu impor beras. Sedangkan Kementerian Perdagangan, yakin dengan hitungan BPS dan memilih tidak populer dengan cara merekomendasikan impor beras. Tujuannya agar menjaga stabilitas pasokan dan harga beras nasional.
Untung saja waktu itu Pemerintah kita bijak dan mengikuti kebijakan Kemendag. Bila kita terlanjur percaya pada data Kementan, mungkin saat ini beras sudah langka di pasaran. Harganya juga pasti lebih mahal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H