Penantian yang tak kunjung datang akhirnya menyambut do'a yang selalu aku panjatkan, dengan meminjam nama depan sehingga menjadi kekasih sang pujaan. Namun, rasa resah, gelisah, kesal, pernah tersimpan di hati yang terdalam hanya karena virus yang menyebar sehingga membuat pikiran menjadi kacau. Akhir yang bahagia akan aku dapatkan bila selalu bersabar dalam menanti hal yang telah dipersiapkan oleh Tuhan.
Fajar pagi menyinari hari -- hariku dengan begitu indah, sama halnya dengan kawanku yang berada didepan rumah. Ia bernama Zain, ia baik, sangat gemati dan sayang kepada ibu nya karena ia anak tunggal yang dibanggakan oleh keluarganya, prestasinya pun tak kalah hebatnya dengan diriku. Bahkan, saat aku kelas 6 ia mendapatkan juara pertama dengan hasil ujian yang sempurna. Waktu itu, sebenarnya aku sangat iri dengan dia karena aku t'lah terkalahkan oleh nya. Meskipun begitu aku harus tetap senang karena temanku telah bisa mengalahkanku kali ini. Bukannya sombong, hanya saja, biasanya aku yang menduduki juara pertama.
Setelah beberapa bulan, aku didaftar kan oleh bapakku di pesantren. Minggu pertama aku masuk dan mengikuti peraturan dalam pembelajaran, aku merasa senang karena banyak hal baru yang aku temui disana. Minggu kedua, ketiga, keempat telah berakhir dan aku masih menikmati kebersamaan ku dengan teman di pesantren. Lalu, bulan selanjutnya aku merasa kesepian ingin bertemu kedua orang tuaku, tapi aku tak bisa mengabulkannya karena belum saatnya orang tuaku menjengukku di pesantren.
Selepas menahan rindu, akhirnya hari minggu yang kutunggu -- tunggu menyambutku dengan senyum pasta gigi serta tangan yang membawa rezeki sekresek hitam yang berisikan makanan ringan untuk cemilan di malam hari. Aku sangat senang pada hari itu, walaupun hanya sebentar setidaknya aku dapat pelukan dan ciuman dari orang tuaku dan tak lupa ibuku memberi nasihat kepadaku,"Nak jika kamu hafal 30 juz dan mengamalkan isi Al-qur'an dengan bertujuan ibadah kepada Allah Subhanawata'ala maka kami, bapak dan ibu bisa selamat dari api neraka." Menatap dengan mata berkaca-kaca dan kemudia aku membalas,"inggih bu. InsyaaAllah."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H