Lihat ke Halaman Asli

Cara Vietnam Membangun Daerah

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13906571861321314113

[caption id="attachment_308220" align="aligncenter" width="633" caption="Kupon Milik Teman, sumber : dok pribadi"][/caption] Pembangunan daerah khususnya infrastruktur membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Negara federal seperti Amerika Serikat lebih mudah berkreasi bagi setiap negara bagiannya. Sebagai contoh negara bagian Nevada yang mengembangkan industri perjudian untuk menggerakkan ekonominya. Di Malaysia sebagai negara berlandaskan akidah ajaran Islam juga telah meningizinkan sebuah daerah nya di Genting Highland (wilayah negara bagian Selangor) guna dijadikan pusat perjudian. Warga Malaysia non-muslim dilarang masuk karena hanya dikhususkan bagi warga negara non muslim dan turis mancanegara. Keuntungan dari hasil industri judi tersebut sebagian besar digunakan untuk membangun infrastruktur daerah, pajaknya masuk pemerintah federal. Disaat gencar-gencarnya otonomi daerah, Indonesia pun memutar otak untuk pemerataan pembangunan di daerah. Hasilnya dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah di masukkan peluang daerah mengeluarkan obligasi daerah dengan ijin khusus dari Menteri Keuangan. Tetapi adakah ijin Menteri Keuangan yang dikeluarkan untuk keluarnya obligasi daerah ? Padahal banyak sektor di daerah yang perlu pembiayaan besar guna membangun infrastrukturnya. DKI Jakarta misalnya, daerah ini perlu membangun jaringan busway, MRT dan Monorail guna mewujudkan pelayanan transportasi publik yang berkualitas. Bila saja Gubernur mengajukan ijin obligasi daerah kepada Pemerintah Pusat cq. Menteri Keuangan guna pembiayaan fasilitas" public goods" nya tentu pembayaran bunga dan hutang pokok obligasi akan lancar mengingat kebutuhan warga Jakarta akan fasilitas transportasi publik berkualitas sangat tinggi. Negara tetangga kita seperti Thailand, Malaysia dan Singapore telah maju beberapa langkah dalam penyediaan transportasi publik berkualitas. Mass Rapid Transport, Monorail, Bis kota dengan mesin pendingin tersedia bagi seluruh warganya. Perusahaan daerah yang mengoperasikannya tidak ada yang merugi. [caption id="attachment_308239" align="aligncenter" width="300" caption="MRT di Ho Chi Minh, sumber n-koei"]

13906645741356994672

[/caption] Kini tetangga kita yang lain, Vietnam, telah merancang pembangunan MRT di dua kota besarnya Ha Noi dan Ho Chi Minh. Bayangan penulis, keberadaan MRT di Vietnam akan lebih cepat terwujud dibandingkan dengan Jakarta. Seharusnya kita malu dengan negara-negara tetangga , tetapi syukurlah kita tidak mempunyai Menteri Urusan Kemaluan, jadi tidak perlu malu. Sedikit informasi bagaimana Vietnam membangun infrastruktur daerah ?. Menurut informasi seorang teman, negara sosialis itu memberikan ijin kepada setiap daerah, Kota/propinsi untuk menjual kupon "sumbangan berhadiah". Katakanlah itu judi loterei tanpa pajak, karena  kupon tersebut dijual beberapa hari dalam seminggu. Bahkan apabila mampu setiap Kota bisa menjual kupon itu setiap hari. Hasil keuntungan itu untuk membiayai pembangunan Infrastruktur daerah, sehingga setiap daerah tidak tergantung kepada pemerintah pusat. Pemerintah pusat hanya membantu pembiayaan rutin seperti gaji dan tunjangan pegawainya, sedangkan keuntungan penghasilan dari penjualan kupon digunakan sepenuhnya (100%) untuk membangun jalan, jembatan, fasilitas umum lainnya serta pemeliharaannya. Ternyata "peran serta masyarakat" yang di satu sisi ingin mendapatkan keberuntungan melalui kupon loterei itu memberikan milyaran dong bagi pemasukkan kas daerah (local government revenue), sehingga tidak ada lagi infrastruktur daerah yang terbelenggu dan tidak terbangun. Di sisi lain, ketergantungan keuangan kepada pemerintah pusat semakin rendah dan konsentrasi masyarakatnya  terpecah dengan mimpi-mimpi untuk mendapatkan hadiah yang lumayan besar itu. Kupon itu dijual dengan 2 (dua) nominal, Vnd 10.000 per lembar dengan hadiah utama Vnd 1,5 milyar atau Rp750 juta, dan Vnd 20.000 dengan hadiah utama Vnd 3 milyar atau sekitar Rp 1,5 milyar. Menjual kupon seperti cara Vietnam tentu haram bagi Indonesia dan tidak akan terpikirkan menjualnya setelah keberadaan SDSB oleh Depsos RI ditutup Pemerintah dan diharamkan MUI, namun bagi negara tetangga kita Malaysia kupon-kupon seperti di Vietnam menjamur di jual di berbagai tempat. Meski umat Islam Malaysia dilarang membeli, tetapi penjualan kepada warga negara non-muslim tetaplah laris manis. Alasannya sama dengan Vietnam, guna mendukung pelayanan infrastruktur. Cara Vietnam membangun daerah dengan menjual kupon berhadiah tersebut mungkin hanya sementara waktu, karena mereka bercita-cita membangun sebanyak-banyaknya BUMN yang memproduksi segala kebutuhan. Mereka ingin mengalahkan China dalam soal harga dan efisiensi industrinya. Bagi negara sosialis seperti China dan Vietnam demokrasi tidak pernah ada dalam kamus pemerintahannya, anggaran Pemilu yang berjumlah fantastis seperti di Indonesia juga tidak pernah ada. Satu pemilu di Indonesia ternyata mampu untuk membuat beberapa BUMD di Vietnam. Memang harga demokrasi sangat mahal. [caption id="attachment_308240" align="aligncenter" width="300" caption="Indfrastruktur Ha Noi, sumber mlit.go.jp"]

1390664655855104290

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline