Lihat ke Halaman Asli

Charlie Hebdo dan Kebebasan Berpendapat

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat di negara eropa kerap menggembar-gemborkan tentang kebebasan berpendapat.Bahwa setiap orang dilindungi oleh negaranya untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan baik dalam lisan dan tulisan.

Majalah Charlie Hebdo misalnya yang berulangkali mendiskreditkan islam dan kerap menampilkan kartun Nabi Muhammad, atau Denmark yang kartunisnya juga beberapa kali menampilkan kartun Nabi Muhammad dan ketika kecaman datang dari umat Islam yang keberatan, mereka dengan arogan berkata bahwa negara tidak dapat menghukum warga negaranya dan tidak dapat menghentikan aktivitas yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat.

Ada pula yang berkata bahwa, tulisan harus dibalas dengan tulisan dan tulisan tidak berbahaya sepanjang tidak menjadi aksi.Akan tetapi, mereka tidak sadar bahwa aksi adalah akumulasi dari pikiran. Dan mereka tidak akan pernah tahu kapan aksi atau reaksi terhadap pemikiran akan, dimana dan bagaimana akan terjadi. Dan ketika aksi itu terjadi, bang, seperti ledakan, itu akan terjadi begitu saja dan tidak aka nada yang dapat menghentikannya.

Seperti layaknya umat beragama apapun di dunia ini, baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, atau apapun.Penganutnya beragam, dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman yang berbeda-beda pula. Ada yang moderat, dan ada yang radikal. Mereka yang memahami sebatas pemahaman harafiah dan kadang ditambah dengan lingkungan atau lata belakang kehidupan yang membuat pemikiran mereka semakin membatu. Mereka inilah, yang bereaksi keras, terhadap penggambaran kartun Nabi Muhammad, mereka yang melakukan aksi penembakan yang pada akhirnya mengorbankan banyak orang, bahkan umat muslim sendiri menjadi korban.

Tindakan ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam, dan tidak akan pernah, karena Nabi Muhammad tidak pernah mengajarkan pembunuhan seperti itu, kecuali membela diri dalam peperangan. Akan tetapi, bagi pengikut yang radikal, pihak barat telah memulai peperangan tersebut, dengan melakukan aksi penggambaran kartun.Tidak pernah ada api tanpa asap, reaksi muncul karena ada aksi.

Jadi pihak barat yang kerap merasa dirinya lebih maju, lebih superior dari bangsa lain, lebih beradab, sebenarnya tidak. Karena pemikiran mereka terkungkung oleh konsep tentang kebebasan yang tidak membebaskan.Kebebasan yang menimbulkan kekacauan yang pada akhirnya, tidak membebaskan mereka.

Kebebasan berpendapat paling tidak harus memikirkan 3 hal penting. Pertama, tidak bertentangan dengan etika dan norma kesusilaaan. Kedua, kebebasan berpendapat harus menghormati norma atau ajaran yang dianut orang lain. Ketiga, kebebasan berpendapat tidak boleh menyebarkan kebencian.

Ketiga hal ini tidak dilaksanakan, sehingga kebebasan berpendapat yang dianut oleh masyarakat eropamenjadi kebebasan berpendapat yang chaotic. Sebenarnya mereka memahami masalah tersebut, akan tetapi ketika berhadapan dengan masyarakat diluar negaranya, mereka menjadi arogan dan mengatakan tidak.

Negara barat harus sadar bahwa kebebasan berpendapat yang melanggar 3 hal penting diatas, berpotensi menimbulkan kekacauan pada masyarakat.

Majalah Charlie Hebdo telah melakukan provokasi dengan menampilkkan kartun Nabi Muhammad, sementara mereka tahu bahwa penggambaran Nabi Muhammad tidak dibenarkan oleh penganutnya dan apabila dilakukan, dapat dianggap sebagai penghinaaan. Akan tetapi, majalah tersebut terus menerus melakukannya, tidak hanya sekali tetapi berulang kali dan akhirnya memancing reaksi dari pengikut yang ekstem.

Disini kita melihat bahwa Charlie Hebdo telah melakukan pelanggaran kebebasan berpendapat dengan upaya mendiskredistkan satu kelompok dan terus menerus menyebarkan kebencian pada satu golongan. Atas nama apa bila negara membiarkan hal tersebut terus berlangsung?

Kita ingat bagaimana satu café di bandung memasang pernak pernik perang dunia ke-2 dan termasuk didalamnya adalah sejumlah kostum dan lambang yang digunakan oleh Nazi, dan serentak mereka menyerang dengan berbagai macam arguman yang memaksa café tersebut tutup. Ini lah salah satu bentuk arogansi dan standard ganda yang diterapkan oleh negara barat.

Ketika di negara lain ada sesuatu yang membuat mereka tersinggung, mereka serta merta melakukan penyerangan atas dasar kemanusiaan dan pelanggaran kebebasan berpendapat, dan itu baru mengenai Hitler. Akan tetapi ketika agama orang lain disinggung, mereka berlagak acuh dan tidak mau tahu.

Kebebasan berpendapat harusnya adalah kebebasan untuk menyuarakan pemikiran dengan cara yang baik, menggunakan ruang publik dengan hormat kepada unsur lain dalam masyarakat dan senantiasa memberikan tujuan positif untuk membuka pikiran orang lain,tidak dengan mendiskreditkan kelompok tertentu dan merasa benar sendiri, karena itu adalah tirani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline