Lihat ke Halaman Asli

Irhamna Mjamil

TERVERIFIKASI

A learner

Kasus Dinda Shafay, Kopi Kenangan, dan Sedikitnya Ruang Aman bagi Perempuan

Diperbarui: 10 Maret 2021   17:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : instagram.com/dindasafay

Belakangan ini publik dikejutkan dengan kasus Dinda Shafay yang mengalami pelecehan seksual di salah satu gerai kopi kenangan. Kejadian kronologis bermula ketika Dinda sedang nongkrong di gerai kopi tersebut. Saat itu, ia ingin buang air kecil dan memutuskan untuk mencari toilet. 

Menurut pengakuannya saat ada di toilet pelanggan dan sedang membersihkan diri, seorang karyawan langsung mendobrak pintu dan masuk. Bukannya meminta maaf, ia malah berkata "Makanya Dikunci". Padahal pintu toilet sudah dikunci namun, pintunya memang bermasalah. 

Dinda yang malu karena bagian tubuh yang merupakan privasinya dilihat orang lain dan memilih untuk menangis sebentar di toilet. Sayangnya bukannya diam saja, pegawai tersebut malah membicarakan dan menertawakannya dengan sesama karyawan lainnya. Bahkan semenjak kasus ini diangkat ke media masih banyak komentar negatif di akun instagramnya. Ada yang mengatakan lebay, atau hanya pencitraan saja. 

Viralnya kasus Dinda Shafay ini membuat pihak kopi kenangan langsung memberikan klarifikasi. Di akun Instagram kopikenangan.id, manajemen kopi kenangan langsung menyelidiki kasus ini dan merumahkan sementara karyawan yang terlibat hingga kasus ini tuntas. Pihaknya akan bertemu dengan perwakilan Dinda Shafay untuk membahas kasus ini. Kopi kenangan pun meminta maaf sebesar-besarnya atas pelecehan seksual yang menimpa Dinda Shafay di salah satu gerai mereka.

Masih tingginya kasus pelecehan seksual di Indonesia 

Teman saya B (23) juga pernah mengalami pelecehan seksual yang mirisnya dilakukan oleh paman sendiri. Saat dia melaporkan kepada tantenya yang didapat malah caci maki. Ia juga dianggap mengundang nafsu paman karena gaya pakaiannya yang memakai baju ketat. 

Dilansir dari Tempo.Co, Komnas perempuan mencatat ada 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020. Angka tersebut memang menurun dibandingkan tahun 2019 yang jumlah kasusnya sebanyak 431.471 kasus. 

Angka tersebut tak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan bahwa kasus kekerasan seksual pada perempuan meningkat selama pandemi. Pelecehan Seksual sendiri termasuk dalam kekerasan seksual. Menurut Komnas perempuan, berkurangnya angka kekerasan seksual terjadi karena kuisioner yang dikembalikan menurun hingga 50 persen. Selain itu, angka kekerasan seksual di provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara tak diketahui informasinya. 

Bayangkan saja setengah kuisioner angkanya sudah tinggi bagaimana jika kuisioner dikembalikan 100 persen? Tentu angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2019. Sayangnya belum ada payung hukum yang melindungi angka kekerasan perempuan di Indonesia. 

Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) malah dihapus dari daftar prioritas legislasi nasional. DPR menghapus RUU PKS dengan alasan sangat mencengangkan yaitu terlalu sulit untuk dibahas. RUU PKS juga dianggap menyesatkan oleh banyak pihak. Katanya RUU PKS dianggap mendukung LGBT. 

Ada juga yang mengulok-ulok dengan meme suami perkosa istri. Padahal dalam ilmu kesehatan ada penyakit sadomasokisme. Sadomasokisme adalah aktivitas seksual dimana perilaku mendapatkan kepuasan setelah menyiksa pasangan dalam berhubungan intim. Bukankah perempuan berhak menolak berhubungan badan jika rasa sakit yang didapat? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline