Aku dan Bagas sudah menjalani hubungan pacaran ini selama 3 tahun. Bagiku bagas adalah lelaki sempurna. Selama kami pacaran, tidak pernah sekalipun dia memukulku. Ketika kami berbeda pendapat, yang keluar dari mulutnya hanya bentakan tak pernah tangannya bermain. Kami besar di negeri yang makmur. Bulan depan kami akan melangsungkan pernikahan kami. Sebenarnya ditengah euforia pernikahan ini ada kecemasan seorang ibu. Ya, mamaku sedikit ragu melepasku dengan Bagas.
" Nak, kamu yakin dengannya akan bahagia?". " Aku yakin ma, kenapa mama bertanya seperti ini?". " Lelaki yang biasa membentak kelak ketika menikah akan lebih sering memukul nak".
" Tapi ma, aku mencintai Bagas".
" Mama hanya bisa mengingatkan nak, selebihnya mama serahkan ke kamu".
Aku mencintai Bagas. Alasan tersebut sudah menyakinkan aku sangat mengenal Bagas luar dalam. Pernikahan pun dilaksanakan dengan sangat meriah. Lelakiku tak hentinya tersenyum dan memegang jemari tanganku. Dan hidup baruku pun dimulai.
**********
Dimulailah bahtera rumah tangga kami. Ketika Bagas memintaku untuk berhenti bekerja. Aku pun menurutinya. Bukankah tugas wanita mematuhi suami?. Tak apa aku tak bekerja karena semua kebutuhan kami lebih dari cukup. Kebahagiaan ini bertambah lengkap dengan kehadiran Diandra. Buah hati pertama kami.
Tahun ketiga masalah demi masalah datang. Bagas yang semula memiliki karier yang sukses kini ambruk karena perusahaan yang dipimpinnya bangkrut. Besar dalam didikan yang sangat dimanjakan orang tuanya membuat ia tak paham bahwa hidup tidak selalu diatas. Lelakiku kini berubah. Sikapnya menjadi sangat kasar. Aku adalah pelampiasan dari masalah yang dihadapinya. Tak jarang mukaku menunduk ketika ia memukulku.
Sikapnya jauh berbeda dengan apa yang ia tunjukkan didepan keluarga besarku. Dan aku tetap memujinya, menghormatinya serta mencintainya tanpa cela. Malam hari yang sebelumnya indah kini berubah menjadi neraka. Bagas bukan hanya sekali melampiaskan masalahnya padaku di atas ranjang kami. Kadang aku diikat ketika hendak bercinta katanya lebih menggairahkan. Kadang aku disiksa sebelum memulai ritual kami seolah-olah pemerkosaan. Pernah juga bagian vital dari tubuh ini dimasukkan buah timun yang luar biasa. Sakit bukan main rasanya. Bagas sangat agresif di ranjang kami. Bukan sekali dua kali akan tetapi berkali2.
Tak puas menyiksaku maka Bagas akan mulai menyiksa Diandra. Memukulnya ketika ia menangis meminta susu. Atau ketika Diandra meminta mainan layaknya anak-anak yang lain. Apa bagas tak pernah meminta maaf? Terlalu sering malahan ia meminta maaf akan tetapi tidak pernah ada jeranya. Bercerai? Di keluarga kami bercerai adalah aib. Bercerai adalah bentuk ketidakbecusan perempuan menjaga lelaki.
Begitu pula dengan masalah ranjang jika aku menceritakan masalah ini ke keluarga besar. Sebagian dari mereka pasti akan merespon " kamu tidak bisa merayunya atau kamu tidak bisa menggodanya". Ya dalam banyak hal perempuan sering salah meskipun letak kesalahan bukan darinya. Aku sangat ingin melawan tapi aku takut dicaci maki oleh banyak orang karena di negaraku isu kekerasan seksual masih sangat tabu. Aku harus apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H