Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Irham Maulana

Hidup Untuk Menulis dan Menulis untuk Menghidupkan. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Makna Baju Baru dan Maaf-Maafan di Hari Kemenangan

Diperbarui: 30 April 2022   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi silaturahmi saat lebaran. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Makna di Balik Baju Baru dan Maaf-Maafan Saat Lebaran

Menjelang H-7 Hari Raya Idul Fitri, toko-toko baju, gerai kebutuhan lebaran, dan Mall biasanya mulai banjir dengan para pembeli. Mereka datang beramai-ramai untuk melengkapi berbagai keperluan, terutama baju baru sebagai persiapan menyambut Hari Kemenangan. 

Belanja baju baru untuk dikenakan saat lebaran adalah aktivitas yang sering dilakukan, khususnya bagi mereka yang merayakan. Lebaran adalah momentum paling bahagia, dimana agenda tersebut umum dimeriahkan secara antusias dengan berbagai upaya, termasuk yang paling ketara mengenakan pakaian model baru.

Berpakaian serba baru merupakan fenomenologi yang rutin terjadi saat lebaran. Hal ini telah menjadi tradisi, di mana orang-orang kerap mengenakan baju baru ketika lebaran dari tahun ke tahun. Sebagian besar ada yang menilai bahwa  berpakaian baru berarti telah mengagungkan dan menghormati Idul Fitri atau Hari Kemenangan. 

Bahkan, tidak sedikit pula yang mengharuskan berpakaian baru dibarengi merias diri secantik mungkin bagi perempuan atawa seganteng mungkin bagi para pria. Tak tahu pasti mengapa berpakaian baru begitu penting dalam perayaan lebaran. Yang jelas, penampilan menarik dan fashionable ketika lebaran adalah momen yang selalu didambakan.

Selain mengenakan baju baru, ada juga tradisi praktek ibadah yang bersifat anjuran, yakni sembahyang Idul Fitri.  Secara ketentuan, ibadah tersebut dilaksanakan pada pagi hari sebelum fajar terbit dan biasanya diselenggarakan di masjid agung atau area luas, seperti di lapangan. 

Sembahyang Idul Fitri sengaja diterapkan di lokasi-lokasi luas agar mampu menampung semua pelaksananya, mengingat jumlah jamaah meningkat drastis ketimbang hari-hari biasa. Maklum, kerana sholat Idul fitri hanya ada setahun sekali sehingga barangkali orang orang tidak rela meninggalkan momen spesial itu sebagai penutup Ramadhan.

Tidak hanya itu, orientasi kemeriahan lebaran juga ditutup dengan melakukan praktek kesosialan, yakni kluputan (baca: bahasa jawa). Terminologi keluputan dikenal dengan aktivitas berkunjung dari rumah ke rumah untuk melakukan silaturahmi dan bermaaf-maafan. 

Istilah ini berorientasi pada pembentukan sikap dan perilaku damai, tentram, dan aman, dimana orang-orang mulai saling memaafkan dan menebar kebaikan atau kasih sayang dengan keluarga, kerabat, kolega, teman, dan atau tetangga. Praktek semacam ini penting dilakukan sebagai upaya mengakhiri permasalahan atau kesalahan secara sengaja atau dan tidak sengaja selama bulan Ramadhan.

Perlu Dimaknai

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline