Lihat ke Halaman Asli

Sunat Perempuan, Tradisi Kekerasan yang Dipelihara

Diperbarui: 13 Agustus 2018   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mitos itu sangat dipercaya. Titipan iblis yang dimaksud adalah klitoris pada bagian reproduksi perempuan. Klitoris dianggap biang keladi yang membuat perempuan menjadi liar secara seksual, sumber birahi, dan sumber kenakalan sehingga diyakini harus dirusak dengan cara mutilasi atau pun digores dan ditusuk dengan jarum. Proses 'pembersihan' klitoris pada perempuan ini lebih dikenal sebagai sunat perempuan atau female genital mutilation (FGM).

Dalam hal sunat perempuan, Indonesia sendiri menduduki posisi ketiga dunia setelah Mesir dan Etopia. Lembaga PBB untuk Anak, UNICEF tahun lalu mencatat, lebih dari separuh jumlah anak perempuan di bawah usia 11 tahun telah menjalani sunat. Data yang dikeluarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan 2015, jumlah anak perempuan berusia 0-14 tahun mencapai 34.102.486.

Sunat perempuan merupakan tradisi yang sampai saat ini masih hangat diperdebatkan. Di satu sisi, sunat perempuan diyakini sebagai cara seseorang menjadi 'Islam'.  Di sisi lain tradisi ini dianggap tidak bermanfaat secara kesehatan.

Menurut Direktur Eksekutif Kapal Perempuan Misiyah, sunat perempuan merupakan awal terbentuknya cap negatif terhadap kaum hawa. Sejak lahir, perempuan dianggap sosok yang membawa sesuatu yang buruk. Perempuan dianggap makhluk liar karena punya nafsu sahwat tinggi, sehingga tubuhnya perlu dikendalikan. "Sejak lahir loh, sudah diberi label," katanya.

Sunat perempuan merupakan bentuk penundukkan terhadap perempuan. Perempuan menjadi gender kelas dua atau tidak setara dengan gender laki-laki. Penundukkan ini, mempunyai pengaruh signifikan. 

Dalam ruang-ruang keluarga, tak bisa mengambil keputusan. Di tingkat yang lebih tinggi, keterwakilan dan kepemimpinan di wilayah publik dan politik, keterlibatan perempuan sangat minim. "Kalau sudah ditundukkan, dia akan terbiasa tunduk dalam bentuk apa pun," lanjut Missiyah.

Sunat perempuan dilakukan dengan pelbagai macam cara, tergantung lokasinya. Berdasarkan catatan Kapal Perempuan, kebanyakan aktivitas ini dilakukan dengan cara menyayat, dan menusuk klitoris dengan jarum.

Ada juga cara lain dalam bentuk simbolik. Misalnya di Jawa Timur, sunat perempuan dengan menempelkan kunyir pada bagian klitoris, sehingga tidak terlalu berdampak terhadap risiko kesehatan. Namun, dengan cara apa pun, tetap terjadi ketidakadilan gender pada aktivitas sunat perempuan.

Sejauh ini, Kementerian Kesehatan punya regulasi tersendiri tentang sunat perempuan. Pada 2014 lalu, Kementerian Kesehatan menyerahkan sepenuhnya pedoman khitan perempuan kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak (MPKS). 

Majelis ini terbentuk pada 2006 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 366/Menkes/SK/V/2006 tentang Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Departemen Kesehatan.

Berdasarkan surat tersebtu, salah satu peran MPKS adalah memberikan pertimbangan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan Hukum Syarak menurut ajaran Agama Islam di bidang kesehatan. Majelis ini sejak dibentuk mendapat anggaran dari negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline