Wayang kulit adalah sebuah seni pertunjukkan Wayang kulit merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional Indonesia yang menggunakan bayangan wayang yang diproyeksikan pada layar atau kelir.
Biasanya, pertunjukan ini dipentaskan oleh seorang dalang yang mengendalikan wayang-wayang dari belakang layar sambil menceritakan cerita yang biasanya diambil dari epik Ramayana atau Mahabharata.
Berbicara tentang wayang kulit sendiri, tentu memiliki satu ciri khas yang tak ada pada jenis wayang lain yaitu kelir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kelir merujuk pada kain putih tembus pandang yang digunakan sebagai media proyeksi untuk bayangan wayang. Biasanya, bayangan wayang diproyeksikan ke kelir dari belakang sehingga penonton dapat melihatnya dari depan.
Namun, dalam pagelaran wayang yang ditampilkan di Museum Wayang yang berada di lokasi wisata Kota Tua Jakarta penggunaan kelir sedikit berbeda. Di museum ini, penampilan wayang yang dimainkan oleh dalang ditunjukkan secara langsung di depan kelir. Jadi, para penonton yang menyaksikan pertunjukkan tersebut dapat melihat secara langsung proses penampilan wayang yang dilakukan oleh dalang.
Tentu saja hal ini dilakukan bukan tanpa sebab. Ada beberapa alasan kenapa pertunjukan wayang dilakukan di depan kelir.
Salah satu alasan utama adalah untuk memberikan kesempatan kepada penonton, terutama yang mungkin belum pernah menyaksikan proses di balik layar, untuk melihat bagaimana dalang mengendalikan wayang.
Menyandang status sebagai "museum", yang secara pengertian adalah sebuah tempat penyimpanan dan pameran benda-benda langka, seni, ilmu pengetahuan, dan sebagainya, yang berkaitan dengan sejarah, kebudayaan, dan lain-lain untuk dipelajari atau dipandang oleh orang banyak. Tentu saja dengan ini pihak Museum Wayang menempatkan dalang dan wayang agar berada di depan kelir.
Karena tujuannya akhir yang ingin dicapai dari pagelaran tersebut, adalah menjadi bentuk upaya pelestarian kebudayaan wayang kepada masyarakat. khususnya bagi masyarakat awam yang belum pernah mengenal wayang. Apalagi untuk sepenuhnya memahami wayang, seseorang perlu memahami konteks sejarah, mitologi, dan nilai-nilai budaya yang terkait daerah yang diwakilkan dalam pewayangan. Hal ini tentu menjadi sebuah tantangan bagi orang yang tidak terbiasa dengan latar belakang budaya daerah tersebut.
Lalu alasan kedua, bertujuan agar nantinya para penonton dapat mengenali tiap karakter dalam wayang. Terlebih lagi tokoh-tokoh yang ada dalam pewayangan yang terlalu banyak, dikhawatirkan akan membuat penonton awam kebingungan dengan karakter yang ditampilkan jika hanya dipertunjukkan dalam wujud bayangan.