Lihat ke Halaman Asli

Irghea Saputri

Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti dan Penerima Beasiswa Unggulan 2017

Tionghoa Melayu Bangka

Diperbarui: 30 Agustus 2021   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalur wisata sejarah dan budaya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak jauh dari pengaruh kebudayaan Melayu dan Tionghoa yang sangat berperan dalam kehidupan bermasyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Pulau Bangka. 

Ada beberapa peninggalan-peninggalan bukti sejarah yang masih terawat dengan baik serta tradisi-tradisi yang masih diselenggarakan dan dilestarikan oleh masyarakat setempat. 

Dengan keharmonisan kehidupan masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang hidup berdampingan serta saling menghormati satu sama lain, tradisi-tradisi yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya Pulau Bangka masih terjaga dan selalu dirayakan setiap tahunnya.

Pulau Bangka adalah pulau penghasil timah terbesar di dunia dan merupakan bagian dari gugus pulau penghasil timah yang disebut dengan jalur timah Asia Tenggara alias The South East Asia Tin Belt. Oleh karena itu, sejak abad ke-17 tepatnya pada tahun 1710 M, orang Tionghoa mulai berdatangan dalam jumlah besar ke pulau Bangka dengan tujuan menambang timah.

Salah satu bukti jelas kedatangan orang Tionghoa di Pulau Bangka yaitu Kelenteng Kung Fuk Miau yang ada di Muntok Bangka Barat, Kelenteng ini merupakan Kelenteng Tertua di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berdiri pada awal tahun 1800-an M. 

Beberapa pakar menyatakan bangunan ini dibangun pada tahun 1820 masa Dinasti Qing. Pembangunan kelenteng ini merupakan hasil kongsi dari para pekerja-pekerja penambangan timah keturunan Cina yang berada di Kota Muntok.

Karena kerukunan dan keakraban antarbudaya di Pulau Bangka muncullah kalimat dalam bahasa hakka yang sering diucapkan di Bangnya, "Thong Ngin Fan Ngin Jit Jong" yang artinya orang Tionghoa maupun orang pribumi itu setara. Kalimat ini merupakan buah dari kehidupan bersama selama >300 tahun.

masjid-jami-dari-kelenteng-kung-fuk-miau-doc-irghea-saputri-612b579831a28709607a6722.jpg

Bukti kerukunan antara keduanya juga terbukti dari bangunan Masjid Jami' di Muntok, masjid yang dibangun sejak 19 Muharram 1298 H (1880 M) dan selesai pada 19 Muharram 1300 H (1882 M) berdiri tepat di samping Kelenteng Kung Fuk Miau. Kedua bangunan ini menjadi simbol toleran dan harmonis dari kehidupan sosial masyarakat Muntok.

Mahasiswi Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti dn Penerima Beasiswa Unggulan Kemdikbud RI tahun 2017

Irghea Saputri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline