Lihat ke Halaman Asli

Menakar Urgensi Lembaga Kemahasiswaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Asumsi yang berkembang dewasa ini, bahwa mahasiswa cenderung diposisikan sebagai obyek dalam setiap konteks masalah. Di ranah sosial, mahasiswa divonis sebagai destroyer/perusak kenyamanan publik. Tawuran dan demonstrasi yang anarkis adalah fenomena sosial yang direproduksi dari rahim gerakan mahasiswa. Ironi memang, berangkat dari itikad baik untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, tetapi justru “terbaca” merugikan rakyat pada implementasi niatan tersebut. Di bidang politik, mahasiswa seringkali diklaim sebagai makanan empuk ideologi-ideologi tertentu. Pergerakan mahasiswa dinilai ditunggangi oleh kepentingan tertentu, mahasiswa pun tidak jarang dijadikan sebagai komoditi politik. Mahasiswa dipandang tak ubahnya sama seperti basis massa lainnya. Pada ranah ekonomi, mahasiswa menjadi sasaran empuk para kapitalis. Budaya konsumerisme dan budaya pop telah menjangkiti jiwa generasi penerus dan pelanjut amanah perjuangan bangsa ini. Mahasiswa pun tidak mampu menggeliat di tengah terpaan hembusan angin hedonisme yang ditebarkan melalui media massa dan pusat-pusat hiburan dan perbelanjaan. Di bidang pendidikan, mahasiswa seringkali diposisikan sekedar sebagai obyek dari sistem pendidikan. Stigma ini kemudian melekat pada tubuh mahasiswa, bahkan berimplikasi munculnya resistensi terhadap setiap gerakan mahasiswa. Dari sudut pandang berbeda, terabadikan dalam sejarah bagaimana mahasiswa memberikan sumbangsih yang signifikan dalam perjalanan perjuangan bangsa ini. Sejak masa kemerdekaan, orde lama hingga reformasi, gerakan mahasiswa senantiasa memberikan sikap kritis terhadap penguasa yang menindas, dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Tidak salah jika kemudian mahasiswa dijuluki sebagai agent of change, dan predikat membanggakan lainnya.

Terlepas dari berbagai macam opini tersebut, semua kalangan sepakat dan sepaham akan peran dan posisi strategis mahasiswa. Tidak ada yang meragukan bahwa mahasiswa adalah aset bangsa yang paling berharga. Di pundak mahasiswa, semua harapan dan beban perjuangan bangsa nantinya akan diletakkan. Mahasiswa merupakan calon pemimpin bangsa, generasi pelanjut dan penerus amanah perjuangan bangsa. Mahasiswa adalah penentu nasib masa depan bangsa.

Pembelajar Sejati, Ciri Mahasiswa Sejati

Tidak ada yang menafikan bahwa tugas utama mahasiswa adalah belajar. Belajar adalah konsekuensi logis dari tanggung jawab dan amanah luhur yang diembannya. Fungsi dan peran yang begitu besar, serta tugas berat yang siap menanti, membuat tidak ada pilihan lain selain bagaimana mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dibutuhkan pengetahuan dan kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa sebagai bekal nantinya ketika terjun ke masyarakat. Kompetensi menjadi penting, karena pada gilirannya mahasiswa akan mengemban tugas yang tidak mudah. Tiga aspek pendidikan yaitu kognitif, afektik, dan psikomotorik harus dimiliki secara integral dan proporsional. Soft skill dan hard skill menjadi syarat mutlak untuk diseimbangkan. Ketimpangan dari salah satunya akan mereduksi aspek lainnya.

Menjadikan setiap waktu sebagai kesempatan untuk belajar, setiap tempat sebagai sekolah, dan menjadikan setiap orang sebagai guru, adalah ciri mahasiswa sejati. Mahasiswa yang senantiasa mendedikasikan “kemahasiswaannya” untuk belajar dan mempersiapkan diri menghadapi masa depan.

Kuliah saja tidak cukup!

Slogan yang merupakan simbolisasi akan kesadaran bahwa ilmu yang disajikan di bangku kuliah belum memberikan sebuah pendidikan yang holistik. Aktivitas kuliah hanyalah sebagian kecil dari proses pendidikan di perguruan tinggi. Proses pencerahan pemikiran mahasiswa, inti utama dari proses pendidikan. Semakin cerah proses berpikir seseorang maka semakin cerah masa depannya. Proses pendidikan yang hakikih ada di luar bangku kuliah, pendidikan yang mendidik mahasiswa memahami nilai-nilai kemanusiaan, mengerti nilai-nilai kemahasiswaan dan pengetahuan dasar lainnya yang menjadi modal utama dalam menjalani hidup dan kehidupan bermahasiswa, maupun nantinya setelah keluar dari kampus. Frame mahasiswa tidak hanya berkutat di dunia akademik yang formalistik. Nilai akademis yang cemerlang bukanlah indikator mutlak kesuksesan mahasiswa. Universitas sebagai tempat belajar bagi mahasiswa dikondisikan sedemikian rupa menciptakan iklim yang kondusif dalam pemenuhan kebutuhan intelektulitas peserta didiknya. Suprastruktur dan infrastukrutur yang mumpuni akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan proses pendidikan. Lembaga kemahasiswaan, sebagai bagian dari sistem pendidikan, mengambil peranan yang sangat vital dalam proses pembelajaran mahasiswa di kampus.

Peran Lembaga Kemahasiswaan

Eksistensi lembaga kemahasiswaan di perguruan tinggi bertujuan memberikan pendidikan non-akademik kepada mahasiswa. Pendidikan dalam dunia kemahasiswaan dikenal dengan istilah pengkaderan. Sistem kelembagaan dan format pengkaderan lahir dari anilisis kebutuhan mahasiswa dan disesuaikan dengan konteks lingkungan sekitarnya. Intinya, segala proses yang berlangsung di lembaga kemahasiswaan direncanakan/dikonsep agar semua mahasiswa berproses dan belajar, demi pencapaian tujuan bersama (tujuan lemabaga kemahasiswaan). Dalam pembinaannya, diselenggarakan berdasarkan nilai-nilai kebenaran, kemanusiaan, keadilan, kekeluargaan dan nilai universal lainnya. Lembaga mahasiswa merupakan media aktualisasi diri bagi mahasiswa. Aktualisasi nilai-nilai kemahasiswaan dan pengejawantahan fungsi mahasiswa sebagai agent of change, moral force, dan fungsi lainnya. Mahasiswa juga diharapkan memberdayakan lembaga kemahasiswaan untuk mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya. Lembaga kmahasiswaan adalah miniatur dari masyarakat sesungguhnya, kondisi ini sangat kundisif bagi pembelajaran mahasiswa tentang struktur dan kultur masyarakat. Lembaga kemahasiswaan yang plural membina mahasiswa untuk terbiasa hidup dalam keanekaragaman, toleran dengan perbedaan, dan peka terhadap perubahan. Mahasiswa sebagai subyek sekaligus obyek pendidikan, mempunyai peranan penting untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam perbaikan fakultas, pendidikan, bangsa dan negara. Lembaga kemahasiswaan menjadi wadah untuk menerima dan mengelola aspirasi dari mahasiswa, kemudian mengejawantahkannya dalam bentuk kegiatan advokasi.

Hidup Mahasiswa...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline