Lihat ke Halaman Asli

Irfan Suparman

Fresh Graduate of International Law

Mural dan Degradasi Demokrasi

Diperbarui: 21 Agustus 2021   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mural yang telah dihapus. sumber detik.com

Corat-coret di dinding, diam-diam melukis, datang seorang polisi. Hap-hap, lalu ditangkap... Ngeri, sekali. Baru bikin gambar Presiden yang dikasih aksen 404 not found seperti seorang Taliban. Apalagi bikin mural yang jelas dan terang mengkritik pemerintah. Padahal Indonesia sudah merdeka 76 tahun lamanya. Masalah seperti ini saja masih dibawa serius. Ya, memang. Mural-nya mengkritisi permasalahan serius yang terjadi dimasyarakat. Apalagi saat pandemi seperti ini.

Dalam kondisi serba susah. Susah makan, susah cari duit, susah kemana-mana karena pandemi. Semua takut mati. Tapi, mulut dan tangan ini jangan dibungkam. Mereka melukis untuk menyuarakan kegundahan. Aku menulis juga menyuarakan kegundahanku. 

Sebenarnya kami ingin didengar, bukan ditangkap apalagi dianggap kriminal. Seorang seniman bukan lah predator kejahatan seksual atau koruptor. Seorang seniman merupakan garda terdepan suatu peradaban. Itu bisa dibuktikan dengan melihat karya-karya yang menandakan zaman.

Seperti Bansky. Seorang penyeni jalanan. Dia adalah seorang seniman stensil yang menandakan zamannya. Semua karyanya mengkritisi masalah yang ada saat ini. Kelaparan, kerusakan alam hingga perang. 

Ya, seni bukan barang mewah yang dipajang di Istana Negara. Seni juga bisa dinikmati dan direnungkan oleh mereka yang tidur beralaskan koran beratap hujan badai.

Berbeda dengan Bansky. Seorang pemuda bernama Riswan alias Om Brewok digiring ke Satuan Reserse Kriminal, Polres Tuban untuk menyampaikan video klarifikasi atas upaya penerbitan kaos bergambar "Jokowi 404 not found". 

Dilansir dari akun Twitter, @M1_nusaputra menyampaikan bahwa mural tidak sopan terhadap kepala negara di tembok sama sekali tidak mencerminkan budaya kita bangsa Indonesia. Akun tersebut merupakan akun Kepala CCIC Polri.

Pendapat beliau yang menyatakan bahwa mural tersebut tidak sopan dan tidak mencerminkan budaya. Pendapat tersebut tidak berdasarkan hukum positif yang ada di Indonesia. Hanya berdasarkan pandangan subjektif yang  menyatakan tidak sopan dan tidak berbudaya.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui pasal 28 sudah menjamin kebebasan berekspresi. Mural merupakan bentuk penyampaian aspirasi dengan medium tembok dan gambar. 

Gambar tersebut juga masih bisa ditafsirkan dengan berbagai macam tafsir. Sekarang kalau saja memang benar, mural tersebut melanggar norma kesopanan. Yang jadi pertanyaan adalah apa yang menjadi tolak ukur kesopanan ? Bukankah hukum harus objektif bukan subjektif?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline