Lihat ke Halaman Asli

Irfan Suparman

Fresh Graduate of International Law

Melawan Patriarki Dalam Novel "Perempuan di Titik Nol"

Diperbarui: 11 Mei 2020   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Yayasan Obor Indonesia

"Karena Saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi seorang pelacur yang bebas daripada seorang istri yang diperbudak" Nawal El-Saadawi.

Sesuatu yang dianggap lemah di lingkungan sosial kini bangkit dan menunjukan keberaniannya. Diberi sifat lemah lembut, perempuan dianggap tidak dapat menyaingi laki-laki dalam persoalan pekerjaan oleh karena itu laki-laki diberi label kuat serta kasar. 

Labeling seperti itu yang menjadikan perempuan lebih rendah. Hal ini membuat perempuan mendapatkan ancaman dari yang lebih kuat. 

Dalam buku Perempuan di Titik Nol karya Nawal El-Saadawi, perempuan bernama Firdaus mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual dan selalu dianggap tidak mampu karena tidak memiliki kekuatan alias lemah. Namun siapa sangka, Firdaus dapat membunuh seseorang yang mengancamnya. Perempuan yang lemah lembut itu bisa membunuh.

Pada tahun 1973 Novel ini lahir dengan judul Woman At Point Zero (Perempuan di Titik Nol). Terinspirasi dari kisah di penjara Qanatir beberapa tahun sebelumnya. 

Novel ini menggambarkan kisah tragis dari seorang pelacur yang memperjuangkan kebenarannya dan kehormatannya sebagai seorang perempuan. Karena tidak ingin menjadi budak bagi sang suami yang menindasnya Firdaus, memilih jalan pelacuran. 

Dari menjadi pelacur ia bisa mengerti bahwa semua orang adalah pelacur. Hasil pelacurannya kerap ia sumbangkan kepada panti sosial. Cita-citanya sungguh mulai, hidup terhormat dengan memperjuangkannya.

Diceritakan bahwa Firdaus adalah seorang pelacur, ia merasa semua orang adalah pelacur dalam bentuk lain. Seperti seorang revolusioner yang melacurkan pikirannya demi sebuah jabatan. Buku tersebut sangat erat dengan nuansa kebudayaan mesir yang sangat patriarki. 

Dimana sejak kecil, Firdaus mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh ayahnya sendiri dan melihat ibunya mendapatkan perlakuan kasar dari Ayahnya. 

Kemudian orang tua Firdaus meninggal dunia karena kelaparan. Mendapatkan pelecehan seksual dari teman kecilnya dan Pamannya. 

Namun, setelah orang tuanya meninggal Firdaus tinggal bersama Paman dan Isterinya. Pamannya menyekolahkannya sampai tingkat menengah. Setelah lulus, Firdaus tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena ia akan ditikahkan oleh seorang tua bangka bernama Syekh Mahmoud. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline