Lihat ke Halaman Asli

Irfan Suparman

Fresh Graduate of International Law

Oligarki Sejak Didik Mahasiswa Baru

Diperbarui: 12 April 2020   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Selamat datang mahasiswa baru jalur SNMPTN, selamat datang mahasiswa yang lolos UTBK, selamat datang orang-orang jalur mandiri, selamat datang yang masuk Perguruan Tinggi Swasta, selamat datang di lembah kebebasan. Lembah itu bernama kampus. Mau kampus itu negeri atau swasta semuanya sama. 

Berbagai macam bentuk peristiwa akan kalian rasakan di lembah ini. Mulai dari ospek kampus sampai jurusan, mulai dari LK-1 sampai LK-3 (Latihan Kepemimpinan) kalian akan merasakan peristiwa unik. Ada yang terdengar tabu dan biasa. Tapi kata Revolusi akan muncul dari mulut bajingan senior kalian.

Ospek atau orientasi studi dan pengenalan kampus sering jadi ajang untuk menunjukan hierarki antara senior dan junior. Mulai dari wawasan yang sama sekali tidak luas dan mental menggertak yang kelewat batas normal tokoh antagonis. Semua itu dilakukan dengan dalih pelatihan mental untuk para mahasiswa baru. 

Mahasiswa baru dituntut untuk berpikir kritis sampai menjadi munafik bagi kaum marjinal sekalipun. Seakan-akan label mahasiswa adalah benar sebagai agent of change, namun yang perlu diketahui. 

Labeling seperti itulah yang membuat mahasiswa harus aksi turun ke jalan membela yang tertindas atau membela karena disuruh senior. Kesadaran yang timbul karena kekuasaan senior tidak menjadikan mahasiswa bebas dan memiliki pikiran yang kritis.

Protes sering dilakukan oleh mahasiswa terhadap pemerintah terkait kebijakan yang tidak pro-rakyat. Populisme sering dilakukan mahasiswa untuk merebut kursi kekuasaan Presiden Mahasiswa. 

Sebagai bentuk bahwa mahasiswa adalah agen pemimpin yaitu dengan adanya Latihan Kepemimpinan yang sama sekali tidak mencetak pemimpin yang berkualitas. Di samping kritiknya yang keras, mahasiswa kerap dihadapi persoalan pertentangan politik kampus yang sama menjijikannya seperti politik negara. 

Karena senior bilang "Kampus adalah miniatur Negara", sudah bisa disimpulkan, seperti yang kita lihat negara hari ini seperti apa-dan negara yang bobrok adalah hasil dari pembelajaran politik yang bobrok dan itu terjadi dalam laboratorium kampus. Lembah kebebasan katanya. Elite politik pemerintahan menyerukan para mahasiswanya untuk jadi politikus kampus. Itu yang namanya bebas. Bebas artinya berpikiran sama.

Dibalik kata Revolusi yang selalu diteriakan oleh mahasiswa terdapat beberapa kontradiksi dengan wawasannya tentang revolusi. Bagaimana bisa membuat revolusi jika politik oligarki saja masih dipraktekan dalam dunia kampus. Sudah bobrok mari kita buat bobrok supaya kebobrokannya hancur. Mahasiswa baru mungkin dalam pikirannya-memikirkam bahwa dunia kampus bisa berpakaian bebas dan memiliki gaya rambut sesuka hati.

Kemudian identitas rambut Gondrong menjadi simbolis dengan pemberontakan, karena semasa sekolah tidak bisa gondrong. Baju yang tidak seragam seperti sekolah-sekolah Amerika Serikat. Tapi kebobrokannya tidak ditampilkan secara eksklusif. Padahal, fasisme yang dimanifestasikan oleh senior saat ospek terlihat jelas.

Kurangnya literasi dalam dunia kampus, kurangnya solidaritas, terkotak-kotakan, dan kemudian menciptakan elite-elite politik kampus akan kalian jumpai nanti saat berada di dunia kampus. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline