Lihat ke Halaman Asli

Irfan Suparman

Fresh Graduate of International Law

Menjadi Artsy dari Teater

Diperbarui: 21 Maret 2020   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Teater Kafe Ide


Sejajk SMA saya menyukai lagu-lagu Payung Teduh dan saat SMA pula saya merasakan kegagalan cinta. Lagu Rahasia karya Payung Teduh pun menemani saya dalam menjalani penderitaan akibat cinta. 

Setelah dipikir nuansa lagu Payung Teduh sangat dekat dengan emosional saya dan membuat saya menjadi penasaran. Akhirnya saya menggunakan Google untuk mencari informasi seputar Payung Teduh. 

Ternyata setelah ditemukan, Payung Teduh merupakan grup musik yang mengiringi pertunjukan Teater pada awalnya. Tanpa pikir panjang dalam hati saya berkata "Saya ingin masuk teater dan berkelana didalamnya". Sekarang masa perkuliahan, saya ikut ospek dan saya dimarah-marahi kemudian ada senior yang modus kepada saya dan saya bodohnya nurut. 

Sebelum ospek, sebagai mahasiswa baru Universitas Sultan Ageng Tirtayasa saya digiring kedalam agenda pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Bagi saya tidak pos-pos UKM tidak ada yang menarik selain pos UKM Jurnalistik dan UKM Kesenian. 

Setelah ospek selesai saya sudah memutuskan untuk masuk UKM Teater yang bernama Teater Kafe Ide, soalnya dalam presentasinya didepan maba (maba itu Mahasiswa Baru) tidak terlalu menarik dan saya tidak mersakan penampilan apapun. 

Tapi sialnya saya sekarang terlalu aktif berteater dan menjalankan organisasinya.Bergabunglah saya dalam dunia Teater dengan mengikuti Pendidikan dan Latihan (Diklat) Calon Anggota Baru UKM tersebut. 

Sebelumnya saya tidak pernah tahu dan tidak mau tahu persoalan teater mulai dari sejarahnya sampai keperkembangannya, tapi dalam diklat UKM ini saya diracuni oleh seorang Dosen Bahasa Indonesia yang dalam penyampaian materi Sejarah Teater ia membawa-bawa kepada teori DramatismeKenneth  Burke dan Erving Goffman, membuat saya mengatakan "Sialan, teater seintelektual itu". 

Penyampaian materi terus berlanjut dan diceritakan dari masa Yunani Kuno sampai Teater Kontemporer. Kemudian, dalam diklat ini juga diajarkan menjadi Produser Teater mulai dari susunan kepanitiaan hingga strategi marketing juga. Setelah menjalankan masa-masa diklat yang ruwet saya pulang ke kosan dan berpikir bahwa teater itu asik dan sangat intelek sekali. 

Bagi saya saat itu menjadi mahasiswa bukanlah meneriakan sumpah mahasiswa dengan lantang, akan tetapi bagaimana kita bisa menyiapkan diri untuk merepresentasikan kehidupan sosial beserta masalah ketimpangannya.

Setelah mengikuti Diklat saya tidak serta merta menjadi anggota UKM Teater Kafe Ide, saya harus mengikuti dua agenda besar lagi, yaitu Workshop dan Resital. Pertama saya mengikuti workshop, yang diisi oleh Gusjur Mahesa, ia mengajarkan metode berproses teater dengan nama cinta. Aneh sekali bukan. Bayangkan saja, kita saja tidak memahami apa itu cinta, bukankah cinta adalah sesuatu yang abstrak ?. 

Lalu bagaimana saya melakukan itu. Dalam workshop ini saya dituntut setiap kali mau latihan harus menyebut "Aku cinta kalian" dan sesudahnya pun sama. Setelah workshop tersebut kita menghasilkan sebuah karya, yaitu teater puisi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline