Entah apa yang terjadi, akhir-akhir ini makin banyak orang yang mengungkap aib utang seseorang di medsos. Apa lagi alasannya jika bukan karena utang yang tak segera dilunasi si peminjam.
Sebetulnya, kurang etis menagih utang di media sosial. Alasan warganet yang menagih utang di medsos memang bisa dipahami, tapi alangkah baiknya hindari hal itu. Caranya? Siapkan saja surat perjanjian utang agar dasar hukumnya kuat.
Lalu, bagaimana dengan si peminjam? Duh, hindari deh berutang itu, apalagi kalau utangnya kepada teman sendiri. Resikonya tidak main-main, yaitu hubungan persahabatan yang hancur lebur bagaikan dihutani bom atom!
Lebay? Tidak juga, soalnya apabila Anda berutang kepada teman sendiri dan apesnya telat bayar atau justru gabisa bayar, resiko diviralkan di circle pertemanan sudah menunggu Anda. Jadi, selain aibnya tersebar, hubungan pertemanan Anda dengan orang lain selain si pemberi utang juga rusak.
Jika sudah demikian apa gak semakin parah tuh? Maka dari itu, hindari saja perkara utang piutang tersebut. Tapi, sebetulnya bagaimana sih hukum utang itu? Apakah dalam Islam diperbolehkan?
Hukum utang piutang dalam Islam
Mungkin kalimat yang pas adalah adab utang piutang dalam Islam, sebab dalam Islam itu sendiri, utang diperbolehkan. Dalil dasarnya ada pada Surat Al-Baqarah: 245.
Utang-piutang hukumnya mubah atau boleh dalam Islam. Dikategorikan mubah sebab diperbolehkan selama orang yang berutang bisa membayarnya dan memang dalam kondisi mendesak dan terpaksa akibat tidak punya cukup biaya untuk memenuhi kebutuhan primernya.
Maka jelas bahwa berutang/memberi piutang itu diperbolehkan. Intinya, jangan gunakan uang hasil utang untuk berfoya-foya, itu salah. Jika memang untuk kebutuhan primer, usaha, dan sejenisnya tentu diperbolehkan asalkan sesuai adab yang dianjurkan.
Lalu, bagaimana adab utang piutang dalam Islam?
Adab utang piutang juga masih dijelaskan dalam Surat Al Baqarah, tepatnya di ayat 282-283. Dalam ayat Alquran tersebut disebutkan ada 3 adab utang piutang.