Michel Platini ketika menjabat sebagai presiden UEFA membuat gebrakan aturan yang cukup kontroversial tapi cerdas. Sejak musim 2011, akibat aturan yang digagas Platini, klub-klub kaya raya tidak bisa berlaku semena-mena dalam menggelontorkan uangnya demi transfer pemain.
Aturan itulah yang kita kenal dengan UEFA Financial Fair Play atau biasa disingkat FFP. Tujuan Platini membuat aturan tersebut sejatinya snagat mulia. Adanya FFP bertujuan untuk menyehatkan neraca keuangan sebuah klub dan mencegah suatu klub untuk jor-joran dalam transfer pemain. Gagasan FFP juga bermula dari semakin banyaknya miliarder yang membeli klub bola kala itu. Platini percaya bahwa gelontoran uang yang jor-joran dalam sepak bola dapat merusak persaingan kompetisi.
Hasil investigasi UEFA di tahun 2009 menyebutkan temuan bahwa hampir setengah klub di eropa mengalami kerugian. Kerugian tersebut salah satu faktornya adalah pemilik klub yang banyak menggelontorkan uang demi mencapai kesuksesan klub. Sayangnya, cara yang ditempuh tidak sehat sehingga banyak klub kala itu menjadi kolaps akibat beban utang dan jatuh bangkrut.
Aturan FFP ini juga dibuat untuk mencegah seorang pemilik klub menggunakan dana pribadi secara berlebihan untuk biaya transfer pemain. Seperti yang bisa kita duga, ketika si pemilik klub begitu kaya, ia bisa membeli berbagai pemain bintang dan kemungkinan negatifnya bakal terjadi ketimpangan kompetisi. Tentu persaingan semacam ini tidak sehat dan merusak nilai-nilai sportifitas kompetisi.
Untuk menegakkan FFP ini, UEFA membentuk Badan Pengawas Keuangan Klub atau The Club Financial Control Body (CFCB). Tugas dari CFCB ini adalah untuk mengawasi neraca keuangan suatu klub. Intinya adalah, sebuah klub harus memiliki neraca keuangan yang sehat. Hal itu ditandai dengan seimbangnya pemasukan dan pengeluaran suatu klub sepak bola dalam semusim. Klub tidak boleh memiliki pengeluaran yang lebih besar daripada pemasukannya. Nah, biasanya di pertengahan musim antara bulan Desember hingga Januari, CFCB akan mengeluarkan laporan yang menyatakan suatu klub itu telah melanggar aturan FFP atau tidak berdasarkan laporan keuangan yang klub buat. Aturan FFP memang membuat suatu klub sepak bola menjalankan operasinya selayaknya sebuah perusahaan.
Apa sanksi yang di dapat klub apabila melanggar FFP?
Ada beberapa level sanksi yang diterapkan terhadap suatu klub yang kedapatan melanggar aturan ini. Dalam rincian regulasinya, setidaknya ada 8 hukuman terpisah yang bisa dijatuhkan berdasarkan tingkat pelanggarannya, antara lain: teguran/peringatan, denda, pengurangan poin, pemotongan pendapatan dari kompetisi UEFA, larangan untuk mendaftarkan pemain baru untuk kompetisi UEFA, pembatasan jumlah pemain yang bisa didaftarkan klub untuk kompetisi UEFA, dan hukuman terberatnya adalah diskualifikasi dari kompetisi eropa yang sedang berlangsung dan pengeluaran dari kompetisi musim berikutnya.
Seperti yang ramai dibicarakan, larangan berkompetisi di kompetisi antarklub eropa (Liga Champions, Liga Europa, Piala Super Eropa) itulah yang kini harus diterima oleh Manchester City. Rilis laporan CFCB itulah yang menyatakan bahwa Manchester City telah melanggar aturan FFP. Dalam keterangan UEFA, Manchester City telah melanggar aturan FFP dengan memanipulasi pendapatan dari sponsor dalam laporan keuangan yang dikirimkan kepada UEFA antara tahun 2012 hingga 2016. City juga diduga tidak kooperatif dalam proses investigasinya.
Anak asuhan Pep Guardiola pun hanya punya kesempatan memenangkan trofi Liga Champions musim ini saja. Pasalnya untuk 2 musim kedepan (2021 & 2022) Man. City dilarang ikut serta dalam kompetisi UEFA. The Citizen memang melanggar aturan FFP cukup berat. Walaupun masih punya kesempatan untuk mengajukan banding ke Court of Arbitration for Sports (CAS), namun saya rasa kesempatannya juga kecil apalagi sanksi yang dibebankan pada Man. City juga yang paling berat. Tak cukup dilarang ikut serta kompetisi antarklub eropa seperti Liga Champions, The Citizen juga dikenai denda sebesar 30 juta euro.
Menurut berbagai sumber yang penulis pelajari dari Sky Sports, CNBC, hingga Goal Indonesia, Man. City diduga memperbesar angka pendapatan dari sponsor mereka yaitu Etihad Airways. Sedikit informasi, Etihad Airways merupakan maskapai penerbangan milik pemda Abu Dhabi. Pemiliknya adalah keluarga kerajaan Abu Dhabi asal Uni Emirat Arab dan Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan selaku pemilik City juga anggota kerajaan itu. Nah CEO Etihad ini juga memiliki jabatan di jajaran direktur Man. City. Memang sejak diakuisisi oleh Sheikh Mansour, City menjelma jadi klub super kaya dengan kemampuan finasial mumpuni untuk membeli pemain bintang dan dana-dana segar itu di dapat dari berbagai bisnis Sheikh Mansour.