Saat ini kasus bullying dan kekerasan di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Bullying verbal dan nonverbal sering terjadi di lingkungan sekitar. Kasus perudungan sering terjadi di lingkungan sekolah dan rata-rata yang melakukan perundungan ialah anak di bawah umur. Dampak dari bullying dapat berakibat fatal untuk korban, korban akan mengalami luka fisik hingga mental. Kekerasan kerap dialami dalam keluarga, kekerasan yang dilakukan dapat melukai fisik hingga membahayakan nyawa anak.
Dibentuknya hukum perlindungan anak memiliki tujuan untuk menjamin dan melindungi anak beserta hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi untuk membuat anak Indonesia menjadi generasi yang berkualitas dan sejahtera. Dengan adanya hukum perlindungan anak diharapkan kedepannya dapat meminimalisir bullying dan kekerasan di Indonesia. Namun apakah tujuan hukum tersebut sudah terwujud?
Sebagai generasi penerus untuk mewujudkan Indonesia menjadi generasi emas 2045. Untuk mewujudkan keinginan tersebut perlu diperhatikan lingkungan dan perlindungan yang memadai sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya anak untuk membentuk karakter yang bermoral dan baik. Namun, kondisi di Indonesia saat ini berbanding terbalik dengan keinginannya.
Indonesia menduduki urutan kelima dengan jumlah kasus bullying di dunia. Banyaknya kasus bullying di Indonesia membuat anak-anak masih belum dapat merasakan hidup sejahtera. Seiring peningkatan kasus bullying dan kekerasan di Indonesia ini, diperlukannya Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai lembaga penegak hukum. Tujuan KPAI yaitu untuk melakukan sosialisai seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, pemantauan, dan memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus perundungan meningkat 30-60 per tahun. Meningkatnya kasus perundungan membuktikan efektivitas hukum perlindungan anak juga dipengaruhi beberapa faktor diantaranya, penegak hukum dan masyarakat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mencatat, dari Januari sampai Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak. Kasus kekerasan yang terjadi lingkup satuan pendidikan tercatat 861 kasus. Data perincian kasusnya, anak sebagai kekerasan seksual sebanyak 487 kasus, korban fisik dan psikis 236 kasus, korban bullying 87 kasus, pemenuhan fasilitas 27 kasus, kasus kebijakan 24 kasus. Sementara, itu, KPAI mengungkapkan 1.494 kasus pelanggaran terhadap perindungan anak (Kompas.com, 2023). Data yang tercatat KPAI dipengaruhi beberapa faktor.
Seringkali kasus perundungan dianggap sepele oleh penegak hukum dan masyarakat. Penegak hukum kurang tegas saat memberikan ancaman atau pemberian sanksi dan masyarakat masih menganggap bullying merupakan hal yang sepele. Selain faktor penegak hukum dan masyarakat, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh untuk korban dan pelaku. Dengan adanya lingkungan yang baik, anak-anak di bawah umur dapat mencontoh perbuatan baik yang ada di lingkungan mereka. Namun, sebagian di lingkungan sekolah tidak mencerminkan perbuatan baik. Pihak sekolah melindungi pelaku unuk menjaga nama baik sekolahnya. Seperti kasus di Bekasi pada awal Februari, seorang anak SD kelas 6 harus menjalani amputasi kaki usai diduga menjadi korban bullying teman-teman sekolahnya. Diana selaku orangtua korban sempat mengadukan ke pihak sekolah mengenai kejadian yang dialami anaknya dan meminta dipertemukan dengan orangtua kelima siswa, namun pihak sekolah tidak merespons. Pihak sekolah menilai perundungan tersebut merupakan bercandaan biasa. Kuasa hukum keluarga korban, Mila Ayu menyebut pihak sekolah dan Unit PPA Polres Bekasi minim atensi terhadap kasus perundungan. Tidak hanya pihak sekolah dan Unit PPA Polres Bekasi saja, pihak keluarga kelima siswa juga terkesan menyepelekan perundungan yang dilakukan anak-anaknya terhadap korban (Sinulingga, 2023).
Maraknya kasus perundungan di Indonesia membuktikan bahwa hukum perlindungan anak masih belum efektif. Kasus bullying di Indonesia meningkat setiap tahunnya, kasus yang terbaru bullying di Indonesia saat ini terjadi di Cilacap. Siswa SMP Cilacap mealkukan bullying verbal dan bullying secara fisik yang mengakibatkan korban mengalami gangguan mental dan luka dibagian tubuhnya. Polresta Cilacap Kompol Guntar Arif Setiyoko mengatakan perundungan terjadi karena korban berinisial RF (14 tahun) menyinggung pelaku. "Korban mengaku sebagai angota kelompok atau geng Basis. Pelaku berinisial MK (15 tahun) dan WS (14 tahun) yang meupakan anggota kelompok itu tidak terima dan tersiggung sehingga akhirnya melakukan perundungan terhadap korban," jelasnya (News, 2023). Bullying terjadi di Gresik, Jawa Timur. Seorang siswi kelas 2 Sekolah Dasar (SD) mengalami buta permanen pada mata kanan akibat diduga ditusu oleh kakak kelasnya. Orang tua korban, mengatakan anaknya trauma untuk sekolah dan disarankan oleh psikolog untuk pindah sekolah. Orangtua korban menyerahkan seluruh proses hukum ke polisian. Polres Gresik telah menyita rekaman CCTV di SDN 236 Gresik, namun rekaman pada tanggal kejadian belum ditemukan. Polisi menyerahkan CCTV tersebut ke laboratorium forensic Polda Jatim untuk dieriksa lebih lanjut apakah CCTV rusak seperti yang dikatakan oleh pihak sekolah. Hal tersebut menghambat kerja polisi sehingga mereka belum dapat dipastikan apakah pelaku merupakan kakak kelas atau anak dari luar sekolah (Indonesia, 2023). Terhambatnya tindak lanjut tersebut membuat pelaku terlindungi.
Tidak hanya kasus perundungan saja, kasus pembunuhan anak juga terjadi. Kasus penemuan jasad bayi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bandung, Bali, terungkap. Pelaku dari pembunuhan bayi tersebut adalah seorang wanita sekaligus ibu dari bayi tersebut yang berinisial ZDL (28 tahun). Ia merupakan model asal Semarang, Jawa Tengah. Pembuangan jasad bayi tersebut diringkus pada Kamis (19/10/2023). Motif pelaku membunuh bayi tersebut karena ia tidak ingin pacar barunya mengetahui bahwa dirinya hamil. ZDL melahirkan bayi jenis kelamin laki-laki yang diduga masih hidup di kamar mandi hotel. Dalam keadaan panik, ZDL memutuskan membenamkan bayinya kedalam kloset sambi menyiram air agar tangisan bayinya tidak terdengar oleh pacar barunya yang bernisial J. setelah membersihkan bercak darah di kamar mandi dan memasukkan jasad bayi tersebut kedalam kantong plastik berwarna putih. (Kompas.com, Kompas.com, 2023)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah seorang anak yang masih belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu, anak yang telah ZDL bunuh mempunyai hak untuk hidup dan berkembang layaknya anak-anak lainnya. Pelaku tindak kekerasan terhadap anak tidak hanya orang yang tidak dikenal korban saja, akan tetapi pelaku yang dikenal korban atau mempunyai hubungan darah dengan korban yang merupakan salah satu anggota keluarga korban sendiri.
Dengan kejadian pelanggaran perlindungan anak yang semakin meningkat setiap tahunnya dapat dikatakan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak terhadap anak korban masih kurang memadai. Ditmabah faktor-faktor penegak hukum dan regulasi tersebut masih belum dapat direalisasikan dengan baik. Sehingga Undang-Undang Perlindungan Anak dapat dikatakan masih belum efektif untuk masyarakat khususnya anak-anak Indonesia.
Daftar Pustaka