Lihat ke Halaman Asli

Ketika Netralitas Tidak Berlaku di Lembaga Pendidikan

Diperbarui: 10 April 2019   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

KETIKA NETRALITAS TIDAK BERLAKU DI LEMBAGA PENDIDIKAN

Miris dan sangat miris, kampus muhammadiyah yang dimana memiliki hak otonomi kampus di intervensi oleh salah satu pimpinan muhammadiyah agar memenangkan pasangan calon mereka. 

Calon itu berlindung atas nama pimpinan muhammadiyah, muhammadiyah di jadikan tameng untuk memuluskan kepentingan kepentingan mereka. 

Netralitas yang di keluarkan oleh pimpinan pusat muhammadiyah tidak berlaku bagi pimpinan wilayah maupun pimpinan kampus muhammadiyah, mereka melegal kan segala cara demi kepentingan mereka. Menghalalkan segala cara agar mereka terpilih untuk duduk dikursi Anggota Dewan Perwakilan Daerah ( DPD).

Pendidikan,  kau hanya sebatas nama, kau hanya sebatas tempat, sekarang wujud dan rupa mu sudah berubah, kau sekarang di tunggangi oleh kepentingan epentingan politik. Pendidikan, sekarang kau bukan hanya sebagai lahan untuk menimbah ilmu,kau sekarang menjadi multitask, kau bisa menjadi lembaga pembelajaran, dan bisa juga menjadi lembaga politik. 

Seruan tolak kami se akan di bungkam dengan kata kata yang indah nan halus, "jangan menghalangi", sebuah racun, sebuah doktrin, sebuah madu yang berisi racun, racun untuk mahasiswa, racun untuk lembaga pendidikan.

Memalukan, dan sangat memalukan ketika pendidikan tinggi di jadikan bahan kampanye, mereka lebih menjadikan pendidikan sebagai ranah kampanye, bahan dan permainan politik praktis, selagi mampu dijadikan eksploitasi suara, mobilisasi massa untuk mendapatkan suara. 

Nampak bahwa kebodohan mendasar dari dulu di sembunyikan oleh kampus takkala mereka berkoar koar memberikan pemahaman dan pendidikan berfikir, dan malah adanya kebodohan yang dipelihara oleh mereka. Tak hebat lagi pimpinan pimpinan kampus menjelma seakan seperti malaikat, menginstruksikan kepada seluruh pihak untuk berkampanye dan bertanggug jawab.

Jelas bahwa ini seakan memberikan peluang kepada mahasiswa untuk melahirkan watak watak penjilat. Seburuk apapun kampus mencoba untuk menyembunyikan bangkai atau kebusukannya, akan tercium kebusukan itu. 

Sadar atau tidak sadar kampus lagi lagi memperlihatkan kebodohannya dengan memberikan instruksi berbeda tetapi tujuan yang sama. Cara cara icik, cara seorang imprialisme. Cara pecundang yang mempertontonkan keburukan, kebobrokan birokrat kampus.

                                                                                                           MUH IRFAN HIDAYAT

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline