Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Irfan Fauzi

Jurnalis dan Aktivis Pajak

"Kepergianmu dan Puisi yang Tertinggal"

Diperbarui: 11 Januari 2020   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Ada sebuah kemungkinan
Keras kepalanya musim suatu pertanda bahwa langit ikut termenung saat tahu
kau akan pergi dan berlabuh pada sandaran lain
yang kelak akan mengisi hari harimu
 
masih ingatkah saat terakhir kalinya ?
menjelang  perpisahan kita
kau memintaku untuk mendekat,  memandang senyum manis dan legit pipimu
mendadak sebagai hadiah tak terbentuk
kemudian kau lebih suka menyebutnya kenangan
 
Hiasan bunga ungu dan tangkainya hijau  yang kita ciptakan kala itu
menambah suasana, setidaknya ruang rindu kita berdua
lebih dari sebuah kata sederhana namun sempurna
 
kau dan aku duduk sambil saling menatap
atas melodi melankolis yang dimainkan senja
aku mengatakan padanya, jangan beranjak pergi
ketahuilah bahwa tentang kau dan semesta tak terlupa
 
lalu kau tersenyum, dengan mata mendung
kau membalas, kita hanya abadi dalam sajak dan senandung
pena tak terbendung
tapi di keresahan dunia nyata,
kita tak lebih dari sekedar kata kata fatamorgana
 
keheningan dan kesunyian
seketika mewarnai kisah percakapan
yang direkam oleh hujan yang turun cepat dan gelagapan
 
aku terdiam kehabisan makna,
Namun semenjak kepergianmu, percayalah  
Dan sebelum kau benar benar memutuskan tak kembali
Di palung terdalam hatimu, terdapat puisiku yang tertinggal

Muhammad Irfan Fauzi

Depok, 11 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline