Foto: Dokumentasi Pribadi (Irfan Rusli)
Masjid ini bernama Tamirul Masajid Bagea yang terletak di Lingkungan Bagea Kec. Mawasangka, Kab. Buton Tengah. Samping kanan masjid berdekatan dengan salah satu sekolah dasar negeri. Sekolah dasar ini juga biasanya melakukan praktik shalat di masjid ini dan selalu mengirimkan siswanya untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan. Letaknya yang strategis berada di pinggir jalan provinsi membuatnya mudah dijumpai.
Seperti masjid kebanyakan memiliki tempat wudhu dan wc. Halaman masjid dengan ukuran bisa menampung puluhan motor dan ditumbuhi sebuah pohon kelapa menambah suasana menjadi segar. Walaupun luasnya tak sebanding Masjid Istiqlal dan tak semegah Masjid Baiturrahman. Masjid sederhana ini merupakan kebanggaan masyarakat sekitar. Bukan hanya berfungsi sebagai rutinitas ibadah. Tetapi merangkap sebagai fungsi sosial menyatukan masyarakat dari perbedaan karakter, latar belakang maupun kelas sosial.
Tak jarang dulu pernah menjadi tempat singgah sementara jamaah tablig. Masyarakatnya pun bekerja secara gotong royong setiap hari minggu membersihkan masjid kebanggan ini. Belum lagi menyambut hari besar agama Islam semua melebur menjadi satu, bahu-membahu menyiapkan persiapan hari besar tersebut. Setumpuk kenangan ketika dimulai pada tahun 2010. Saat itu masih berusia sepuluh tahun masih belajar mengaji di taman pengajian yang berada di bawah asuhan masjid tersebut.
Acara khataman Qur'an pun dilakukan di masjid dengan melibatkan warga sekitar dalam menyiapkan segala pernak-pernik yang dibutukan dalam acara tersebut. Saat itu kondisi masjid masih sederhana, hanya dengan warna putih yang mendominasi. Tak ketinggalan masjid ini dihiasi pohon pisang dengan dibungkus kertas kado.
Tak lupa pula hasil bumi ditancapkan di pohon ini. Pohon pisang yang berisi hasil bumi tadi diletakkan di dalam masjid tempat para jamaah lelaki biasa melaksanakan shalat fardhu. Partisipasi warga tak terbatas pada orang tua yang anak mengaji di taman Quran tersebut. Melainkan semua warga berada di lingkungan tempat masjid ini berada.
Setelah acara khataman selesai, dus nasi berlebih yang berisi lauk beraneka ragam itu dibagikan secara gratis kepada mereka yang turut serta mensukseskan acara ini. Selain itu pengurus masjid biasa memberikan dus nasi kepada mereka yang rumahnya dekat dengan masjid namun tidak bisa hadir dikarenakan usia yang sudah senja.
Keadaan masjid kini lebih baik dan telah melakukan rehab sekitar dua tahun lalu. Dengan memilih warna dinding masjid yang cenderung lebih terang. Semoga dengan perubahan warna dan kualitas berbanding lurus dengan semangat beribadah. Serta kecenderungan dalam bergotong-royong dalam menyelesiakan urusan bukan hanya dalam lingkup keagamaan melainkan juga persoalan sosial yang sejatinya merupakan tanggungjawab bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H