Lihat ke Halaman Asli

Irfan Fauzi

Berbagi tanpa harus mencaci

Menatap Indonesia 2015

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Irfan Fauzi

Ketua BPL HMI Cabang Yogyakarta

Bidang Penelitian dan Pengembangan

Hanya menghitung hari untuk memasuki Tahun Baru 2015. Tahun dimana Indonesia turut aktif dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang menuntut masyarakat Indonesia semakin produktif dan professional agar mampu bersaing dengan masyarakat ASEAN lainnya. Tahun dimana Kabinet Kerja Jokowi-JK memasuki memiliki segudang tugas kenegaraan terutama dalam pengentasan kemisikinan sistemik yang diakibatkan melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok. Begitu pula dengan lembaga legislative yang punya setumpuk Rancangan Undang-Undang yang sangat ditunggu-tunggu kebermanfaatannya oleh masyarakat.

Pada tahun 2015 tidak ada yang menjamin bahwa negeri ini akan berubah cepat menuju kesejahteraan hakiki. Krisis moral yang melanda masyarakat Indonesia tentu akan menjadi penghambat peningkatan kesejahteraan. Masyarakat kita masih sulit untuk menerapkan prinsip egalitarianism maupun toleransi keberagamaan. Sehingga tak jarang akan kita jumpai konflik keagaaman di berbagai daerah.

Sedangkan dalam dunia politik terkadang sebagian politisi kita menggunakan cara-cara yang tidak bermoral dalam mencapai tujuannya. Money Politic pun selalu ada dalam setiap pemilu baik tingkatan daerah maupun nasional. Prilaku korupsi, kolusi dan nepotisme yang terkutuk itu seakan sudah menjadi tradisi politik di negeri ini.

Karl Gunnar Mydral (1898-1987) menilai Indonesia sebagai “soft state” alias “negara lunak”, yaitu Negara yang masyarakatnya tidak punya ketegaran moral khususnya moral social politik. Masyarakat Indonesia umumnya mengidap kelembekan (leniency), sikap serba memudahkan (easy going), sehinga menyebabkan kekurangpekaan terhadap masalah penyelewengan kesejeahteraan.

Tidak heran saat Louis Kraar pengamat Negara industry di Asia Timur, pada Tahun 1988 sudah meramalkan bahwa Indonesia 20 tahun mendatang hanya akan menjadi halaman belakang (back yard) Asia Timur, serta ditinggalkan oleh Negara tetangganya yang berkembang menjadi Negara maju. Penyebabnya adalah etos kerja yang lembek serta kourupsi yang gawat (Majid, 2004).

Sepertinya, ramalan Louis Kraar diatas sudah terbukti pada masa kini, Indonesia hanyalah menjadi back yard. Berbagai macam produk teknologi seperti handphone, smarthphone, laptop, printer, serta gadget lainnya dikuasai oleh produk-produk dari Korea, Jepang, China, hingga Eropa.

Moda transportasi juga demikian, mobil, motor, kereta api, hingga pesawat terbang, hampir semua produk luar. Mobil nasional karya anak SMK yang dulu pernah menjadi kebanggan sementara masarakat Indonesia kini tak jelas lagi nasibnya. Sungguh menyedihkan bukan, negeri yang sudah merdeka 69 tahun lamanya, masih terikat secara akut pada produk-produk impor negara-negara tetangga.

Untuk itu, kiranya resolusi pada tahun 2015 ditekankan kepada, pertama mereduksi krisis moral masyarakat melalui pendidikan. Pendidikan merupakan investasi terpenting bagi pembangunan sumber daya manusia, baik dari sisi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Prilaku tidak bermoral akan berkurang saat masyarakat Indonesia bisa mengenyam pendidikan yang memperhatikan keseimbangan antara aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Secara formal, pendidikan seperti itu sudah tertuang dalam kurikulum pendidikan kita, baik KTSP maupun Kurikulum 2013, yang terpenting adalah pelaksanaannya secara maksimal. Pada posisi inilah peran guru sangat vidal dalam mendidik anak-anak bangsa agar bermoral baik.

Kedua, berkaitan dengan krisis moral yang melanda lembaga trias politica, maka resolusinya dengan mewujudkan “good governance” pada semua lapisan lembaga pengelolaan Negara dengan menghilangkan budaya KKN. Prinsip-prinsip melindungi kebebasan sipil, membela hak-hak asasi manusia, menegakkan kedaulatan hukum, serta mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat adalah bagian dari moral lembaga trias politica yang harus ada.

Ketiga, peningkatan etos kerja bagi seluruh masyarakat. Etos kerja yang tinggi serta keinginan untuk berdikari secara perlahan akan meningkatkan produktifitas masyarakat Indonesia, terlebih esok kita sudah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pemerintah yang sekarang menamai diri sebagai Kabinet Kerja harus memberi teladan kepada masyarakatnya untuk bisa bekerja secara maksimal dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia.

Tentunya berbagai macam krisis yang melanda negeri ini begitu kompleks, sampai-sampai Nurcholis Majid menganalogikannya sebagai gunung es yang puncaknya muncul ke luar permukaan laut. Tentu penyelesaian krisis tersebut tidak akan selesai dalam satu – tiga tahun mendatang. Setidaknya dengan menetapkan resolusi sebagai usaha mengurangi krisis diatas secara perlahan akan menghancurkan gunung es krisis multidimensi di Indonesia. Semoga Indonesia menjadi negeriyang lebih sejahtera di Tahun 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline