Lihat ke Halaman Asli

Irfan Hidayat

Personal blog kompasiana

Wasiyat Istri Soliha

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sudah tujuh hari rumah ini sepi. Tak ada lagi candamu sejak engkau pulang memenuhi panggilanNya. Dukaku masih terasa. Tapi sebagai suamimu aku musti ridho dengan kepergianmu. namun aku tidak ingin menghapus segala kenangan bersamamu wahai istri tercintaku. Lalu sepucuk surat kutemukan terselip diantara buku yang biasa kau baca. teruntuk diriku, suamimu. Lalu perlahan kubuka sampulnya dan kubaca, "Assalamualaykum suamiku, Saat engkau membaca surat ini, itu artinya aku sudah tidak ada di sisimu lagi. Aku telah pergi mendahuluimu berpulang ke rumah Allah. Suamiku jangan menangis, maafkan aku. Maafkan aku yg lama menyembunyikan derita sakitku jauh sbelum mengenalmu. Aku tidak ingin membuatmu bersedih sebab kehadiranmu menjadi bagian dari hidupku telah mengubah kemurunganku menjadi ceria. Tersenyumlah suamiku, tersenyumlah spt saat kau memandangku, istrimu yg mencintaimu krn Allah dan kau mencintaiku karena Allah pula. Suamiku, beribu terima kasih kuberikan padamu yang ridho mendampingiku hingga akhir hidupku, yang mengajarkan kepadaku cara tersenyum menghadapi masalah apapun di dunya ini, yang mengajarkan kepadaku untuk bisa tersenyum dan berlapang dada sementara bila orang lain yang mengalaminya kebanyakan akan meratap dan mengeluh. Terima kasih juga telah mau berbagi kesenangan dunyawi dalam ridho Ilahi penuh keberkahan keluarga kita, kau, aku dan putri kita. Suamiku tersayang, rajin-rajinlah beribadah, mengaji dan berinfaqlah seperti yang sering kita lakukan bersama. Rajinlah bertahajud meski tidak ada aku yang sering memercikkan air ke wajahmu bila malas bertahajjud. Maafkan aku yach... Jangan malah menangis... Tahukah kau suamiku, saat pertama kali kau ajak aku mengunjungi rumah anak yatim piatu dulu itu, awalnya aku enggan. Tapi sesampai di sana aku menangis sesunggukan dan merasa menjadi orang yang masih kurang bersyukur dengan apa-apa yang Allah berikan padaku. Aku terlalu fokus dengan kekuranganku, kelemahanku, juga kadang kebencianku kepada orang lain. Saat itulah aku sadar bahwa engkau bukan lelaki biasa tapi utusan langit yang dikirim untuk menemaniku. jangan ge-er dulu ya, suamiku. nanti amalanmu menguap lho... ;-) Suamiku, kini aku sudah tidak di sisimu lagi. Allah telah memanggil namaku. Aku tahu engkau bersedih dengan kepergianku. Aku tahu engkau tidak ingin melupakanku. Tapi jangan lupa suamiku, bahwa hidup adalah perjuangan seperti kata-katamu sendiri. Jadi bila engkau akan menikah lagi, aku ridho. Tidak perlu menunggu lama-lama dalam kedukaan karenaku. Lakukan karena Allah, karena niat ibadah. Tapi, ada tapinya nih... Tapi menikahlah dengan seorang wanita sholihah ya suamiku. Jangan melihat kecantikan wajahnya lebih dulu. Bukankah engkau pernah terluka oleh wanita cantik ? Dan kalau engkau bertanya siapa yang aku rekomendasikan, hmmm.... sabar ya, sabar... Aku telah menuliskannya di surat wasiyatku yang lain. Carilah. Ada terselip di antara buku di rak perpustakaan kita. Dan insyaAllah dia juga sudah siap. Aku sering bicara dengannya tanpa sepengetahuanmu. Dia juga sudah lama jatuh hati kepadamu tapi engkau ternyata memilih menikahiku. Dan sampaikan suratku itu kepadanya lalu tunaikan dan buktikan apa yang sering engkau tulis dalam syair-syairmu bahwa engkau bukan lelaki yang sibuk mencari dan menertawakan kekurangan orang lain, tapi engkau adalah lelaki sejati yang sibuk memberi kebaikan tanpa henti, sibuk mencintai para hamba Allah yang rindu persahabatan dan saling cinta karena Allah. Ajarkanlah dia mendengar dan bicara dengan hati seperti yang engkau ajarkan kepadaku, suamiku tercinta. Beri tahu dia rahasiamu memetik hikmah milik Allah pada apa saja dengan begitu mudahnya selama ini menjadi untaian syair indah yang banyak menguras air mata itu. Akhir kata, bergegaslah suamiku sebab waktumu tidak banyak, waktunya juga. Sambutlah keberkahan langit dan bumi dalam cinta seperti puisi-puisimu selama ini. Aku ridho, aku tetap mencintaimu dan menunggumu di pintu syurgaNya bersama saudari-saudariku, istri-istrimu. Aku menunggu kalian semua dengan cinta Ilahi. Dalam cinta Allah... Wassalamualaykum, Muslimah binti Hamba Allah, istrimu yang kini almarhumah." Lalu mata ini membasah. Dada ini bergetar mengingat senyumnya yang teduhkan gemuruhku. Lalu tangan ini menengadah berdoa, "Ya Robb, ampunilah dosa-dosanya selama ini ya Allah. Dia terlalu baik dan penuh cinta untuk Kau hukum di nerakaMu. Ampuni dia ya Robb. Yang mencintaiku karena Engkau, bersama menjalani hidup dalam suka diuka bersamaku karena Engkau dan akhirnya berpisah karena Engkau juga ya Robb. Jadikan dia penghuni syurgaMu karena cintanya kepadaMu sangat besar. Sangat indah, sangat rindunya, sangat cintanya...." ~ Wasiat Istri Sholiha by Irfan Hidayat 08012011 [caption id="" align="alignnone" width="340" caption="wasiyat istri sholihah"][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline