Tuan pernah bertandang
Mengulur tangan penuh tatap
Mengetuk pintu gubuk kami di samping rel
Menaruh sepucuk mawar di lintasan kereta
Lidah tuan membisik, "Ini bunga masa depan"
Bunga zinnia di halaman terusik aroma tajam
Lama nian pot tersiram impian
Retak terinjak tuan punya tapak
Tuan bermimpi membangun rumah di atas awan
Jiwa kami ikut terseret
Mengangkut karung berisi batu bata bercampur nestapa
Menuju langit abu-abu
Pulang ke gubuk sebelum fajar
Tidur tak nyenyak
Bukan karena selembar tikar dan suara kereta
Tapi badai mengguncang awan
Risau batu bata jatuh dari langit
Menimpa yang terlelap
Tuan di mana?
Tidurlah di samping kami
Di balik potongan kardus dan papan tua
Sehari saja
Besok kita berangkat sama-sama
Ke langit lagi
Menyambung kerja
Ah, tuan lebih gemar di atas awan
Menikmati deru petir
Bersenda gurau dengan angin
Lantas kami bertanya
Maksud apa tuan beri bunga
Mawar meniup wangi terakhir
Sebelum digilas roda
Mujur nasib tunas zinnia kembali
Menemani lara jiwa
(Sumbawa, 10 Juni 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H