Ini tema hari ini. Dua kali saya mendapatkan kesempatan kedua. Pertama saat gagal mendapatkan tempat di lift karena di dahului oleh orang dibelakang saya. Kedua saat saya tidak mampu mempertahankan meja di sebuah coffee shop ramai, gegara ingin mengambil sebuah majalah. Lucunya pada waktu yang bersamaan teman seperjalanan menceritakan sebuah kisah tentang kesempatan kedua.
Banyak kisah dalam perjalanan hidup kita terkait atau bersinggungan dengan tema "kesempatan kedua". Tema ini memang terlihat biasa saja. Namun kisah penemuan "kesempatan kedua" tidak semudah ceritanya. Butuh lika liku dan keruwetan atau kesederhanaan dalam menemukannya.
Definisi kesempatan kedua menurut versi saya adalah peluang atau jalan keluar yang terbuka kembali ketika kita mengalami putaran kejadian, masalah, keterpurukan, kekalahan hingga kebahagiaan. Sebenarnya ini hanya pengulangan saja. Namun kita lalai dan gagal memperbaiki pada kesempatan pertama. Kebanyakan kita lupa atau kurang jeli pada kesempatan awal. Kita asik dengan kondisi dan keadaan yang berjalan. Tapi lupa menghitung, menilai dan menginventarisir apa yang kita punya. Kita selalu membandingkan apa yang ada dan tiada. Apa terasa dan tidak terasa. Apa yang nyata dan tidak nyata. Hingga apa yang terdengar dan tidak terdengar. Pikir dan rasa saling mendominasi.
Jika ukurannya jelas seperti diatas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa "kesempatan kedua" ini terkait dengan sesuatu yang berharga. Entah itu tentang percintaan, rasa sayang, rasa memiliki, harga diri, rasa bersalah, berbuat baik dan jahat, pertemanan, persahabatan, hubungan kerja, peluang, hubungan rumah tangga, anak dan orangtua, kesehatan serta kebendaan. Semua memenuhi ruang waktu hidup kita. Setiap kepemilikan sesuatu yang berharga itu karena cepatnya lintasan pikir yang mampu melalui kecepatan waktu dan dimensi ruang waktu, kadang membuat kita lupa memperhatikannya. Semua tampak berharga ketika semua itu sirna, hilang atau pergi dari hadapan kita. Baru kita akan merasakan bahwa ada sesuatu yang berharga tidak lagi kita miliki.
Jika satu persatu kita telusuri banyak penyebabnya kenapa kita alpa menjaga apa yang menjadi berharga bagi kita. Mungkin karena kesibukan. Mungkin karena fokus karir. Mungkin karena keteledoran. Mungkin karena khilaf pikir dan emosi. Mungkin karena keraguan. Dan masih banyak kemungkinan untuk menjadi alasan. Sementara kategori kesempatan kedua menurut saya terbagi menjadi dua. Terkait dengan kesempatan kedua yang dapat diwujudkan dunia nyata dan kesempatan kedua yang tidak dapat diwujudkan dalam dunia nyata.
Kategori pertama contohnya adalah seperti kejadian saya menunggu lift. Dapat diwujudkan asal saya mau meluaskan sedikit rasa sabar. Kategori kedua ini yang agak rumit mengambil contohnya. Mudah-mudahan saya tidak salah mengambil contoh. Mungkin tentang kematian atau tentang takdir atau evolusi kehidupan dan atau lintasan waktu. Jelas tidak mungkin terwujud karena hidup kita menganut konsep "satu arah". Rada njelimet memang tapi itu sudah aturan yang Tuhan berikan kepada kita. Sekarang tinggal kita mampu atau tidak membaca peluang kesempatan kedua. Karena penampakan kesempatan kedua hanya selintas saja. Butuh mata tidak berkedip. Butuh kejelian. Butuh kecermatan. Butuh kejernihan hati. Dan butuh penilaian obyektif.
Kembali keteman saya tadi. Dia bertanya ke saya. Manusia macam apa yang Tuhan kasih kesempatan kedua. Apa ada syarat khusus atau ada tahapan tertentu. Bingung juga saya menjawabnya. Sebab saya "tidak punya pengalaman menjadi Tuhan". Demi melihat wajah teman saya yang menunggu jawaban, saya hanya berkata sekenanya.
"Tuhan tidak pernah ikut campur tentang kesempatan kedua. Karena jalan hidup kita sudah tertulis sejak kita di dalam Alam roh. Kita tinggal tandatangani perjanjian hidup ketika kita terlahir kedunia. Jadi Tuhan sudah kasih jalan keluar dibalik persoalan".
Artinya setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Apapun peristiwa atau kejadiannya. Siapapun manusianya baik itu pejabat, ulama, tokoh masyarakat, maling, penjahat, pembunuh, perampok, pelacur, koruptor, kita, kamu, saya dan mereka. Semuanya dapat kesempatan sama.
Membaca kesempatan kedua butuh kejelian. Tentu dengan dukungan rasa keterbukaan diri, kesadaran, kesabaran, jiwa besar, wawasan, pengendalian diri, manajemen emosi, rasa syukur, cinta dan kepasrahan yang tulus. Penemuan terhadap kesempatan kedua tentu dapat dilakukan dengan hal tersebut. Semuanya sangat dibutuhkan karena dalam pencarian kesempatan kedua akan melalui jalan terjal yang penuh dengan cemoohan, godaan, putus asa, rasa bersalah, ketidak percayaan diri dan rasa sepi. Kadang dibutuhkan juga perantara untuk menemukan kesempatan kedua. Bisa berupa teman, sahabat, orang terdekat, tokoh panutan dan lain sebagainya. Indah dan bahagia jika kita dapat menemukan kesempatan kedua. Seolah-olah semua lebih bersinar dalam pandangan kita. Walau kita lelah dan babak belur dalam menemukannya.
Sekali lagi kuncinya adalah kejelian. Tapi hati-hati. Jika kita sudah terlatih dalam kejelian dalam melihat kesempatan, jangan kita suka mencuri-curi kesempatan. Seperti kondisi kekinian, yang kebanyakan kita suka mencuri-curi kesempatan. Cukup keahlian kita dalam melihat kesempatan secara jeli, untuk membantu, melihat dan merasakan orang lain menemukan kesempatan kedua. Tentu kita akan bahagia jika seorang suami istri utuh kembali karena menemukan kesempatan kedua. Tentu kita akan ikut senang jika ada seorang yang dinista masyarakatnya dapat menemukan kesempatan kedua di titik yang berbeda.
Tentu kita juga jangan lupa untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian dalam mempertahankan kesempatan kedua yang kita miliki. Akhir kata saya ucapkan selamat kepada orang-orang yang di hari ini dan kemarin telah bertemu pada kesempatan kedua....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H