Hari ini (21/9/2022) kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua sudah memasuki perjalanan dua bulan dalam menegakkan keadilan. Pemerintah yang diwakili oleh Presiden Jokowi telah menyerahkan kasus pembunuhan ini untuk diusut langsung oleh Kapolri untuk menemukan titik terang dan menguak motif sesungguhnya atas pembunuhan seroang ajudan dirumah dinas Jendral.
Proses hukum yang lama membuat perhatian masyarakat menjadi tidak antusias lagi untuk mengawal kasus tersebut. Hal ini tidak boleh sampai terlewatkan sedikitpun, jangan pernah membiarkan orang-orang yang berkuasa di negeri ini mengatur segalanya untuk kepentingan mereka. Saya menulis kembali tentang kasus pembunuhan Brigadir Joshua karena rasa kemanusiaan yang harus kembali dipupuk ulang.
Saya juga merasa sangat kecewa dengan sikap pemerintah dan Polri yang terlalu lambat dan bertele-tele dalam membuka kasus ini, kasus pembunuhan Brigadir Joshua harus sesegera mungkin dibawa ke meja hijau untuk menetukan putusan hukuman apa yang pantas diberikan kepada orang-orang yang telah terbukti melanggar dan menyalahkan kedudukan jabatan untuk sesuatu kepentingan pribadi hingga membunuh dan menghilangkan nyawa seseorang
Dengan banyaknya rangkaian prosedur yang harus dipenuhi seolah-olah kinerja Polri seperti anak kecil yang baru diberikan sebuah mainan, ia mencoba meraba-raba terlebih dahulu baru menyesuaikan diri untuk bisa bermain dengan nyaman. Itulah kondisi yang terjadi saat ini, padahal yang kita tahu mereka yang ada di susunan Polri kita semua tahu adalah orang yang berkompeten dalam bidangnya, hanya saja kurang bekerja maksimal sebelum mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat banyak.
Masalah pembunuhan yang harusnya dapat segera diselesaikan dengan sangat baik malah diulur-ulur seperti ada yang ingin disusun untuk melakukan sebuah perencanaan. Sidang kode etik yang terkesan lama dan lamban membuat gerah saya secara pribadi, apa susahnya memberikan hukuman langsung tapi malah memberikan ruang untuk pelaku bernafas lega di dalam sel tahanan.
Banding Ferdy Sambo ditolak dalam persidangan Kode Etik
Pelanggaran kode etik yang telah banyak melibatkan anggota Polisi dalam mendukung Ferdy Sambo, membuat persidangan terkesan lama karena harus dilakukan secara bertahap. Jika dilihat dari motif yang dilakukan oleh mereka sudah dikelompokkan sesuai dengan komposisinya yang telah dirancang oleh sang jendral.
Harusnya persidangan tidak membutuhkan waktu lama untuk membawa mereka dalam satu persidangan dan membacakan sebuah keputusan yang seharus dan sepantasnya didapatkan oleh mereka. Mungkin kebanyakan orang beranggapan saya terlalu mengada-ngada untuk meminta sidang dipercepat, karena semuanya perlu prosedur dan harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Saya tahu dan meyakini hal itu sesuai dengan apa yang saya pahami dan ketahui, namun hal ini sungguh membuat saya capek dan muak dengan prosedur yang sengaja dibuat lambat untuk membuat orang-orang yang melihat kasus ini mulai jenuh dan luput dari perhatian dan pantauan khalayak ramai , sehingga dimulai siasat untuk sebuah rencana baru. Itulah hal yang ditakutkan oleh semua orang jika kasus ini tidak lagi menjadi perhatian.
Apalagi pelaku yang telah ditetapkan tersangka dan mengakui kesalahan sungguh tidak memiliki hati nurani, kenapa tidak? Karena ia sudah tau salah tapi mencoba membuat alibi untuk melakukan banding agar permintaannya segera dikabulkan, itukan hal bodoh dan tidak masuk akal. Jika banding yang diajukan disetujui dan diberikan ruang, maka akan menimbulkan pro dan kontra baru di tengah kalangan masyarakat.
Alhamdulillah keputusan Polri tetap pada keputusan awal yaitu memberhentikan orang yang bersangkutan tetap dengan cara yang tidak hormat. Banding yang diajukan oleh Ferdy Sambo tidak dapat dipenuhi karena banyak hal pertimbangan yang harus dipikirkan Polri untuk masa yang akan datang. Salah langkah sedikit marwah Polri akan menajdi pertaruhannya, karena nilai kepercayaan masyarakat terhadap Polri tidak baik dan selalu turun.