Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami fenomena sosial yang cukup mengejutkan: angka perkawinan turun secara signifikan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 hanya tercatat 1.577.255 pernikahan di Indonesia, menurun dari 1.705.348 di tahun 2022, dan ini merupakan angka terendah dalam dekade terakhir.
Ini berarti terjadi penurunan sebesar 7,5% dalam satu tahun, yang mencerminkan adanya perubahan pola pikir generasi muda terhadap konsep pernikahan.
Fenomena angka perkawinan yang turun ini membuka banyak pertanyaan tentang sikap dan perspektif generasi muda terhadap pernikahan.
Apakah benar bahwa mereka lebih memilih hidup mandiri tanpa ikatan? Ataukah tingginya tekanan finansial membuat mereka menunda, atau bahkan menghindari, pernikahan?
Pada artikel ini, kita akan menelusuri faktor-faktor yang menyebabkan penurunan angka perkawinan, serta dampak sosial, ekonomi, dan demografi yang mungkin ditimbulkannya.
Data dan Fakta Penurunan Angka Perkawinan di Indonesia
Tren angka perkawinan yang turun di Indonesia bukanlah fenomena yang terjadi dalam satu malam. Berdasarkan data resmi BPS, penurunan angka perkawinan mulai tampak dalam beberapa tahun terakhir dan mencapai titik terendah pada tahun 2023 dengan hanya sekitar 1,5 juta pasangan yang menikah.
Penurunan ini sejalan dengan tren global, di mana banyak negara maju maupun berkembang mengalami penurunan angka pernikahan akibat perubahan pola hidup dan ekspektasi generasi muda.
Penurunan angka ini mengindikasikan perubahan nilai dalam masyarakat Indonesia. Pernikahan, yang dulu dianggap sebagai fase penting dalam hidup seseorang, kini menjadi pilihan yang dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.
Generasi muda saat ini tidak lagi memandang pernikahan sebagai suatu keharusan sosial, melainkan pilihan pribadi yang dapat diambil kapan saja, atau bahkan tidak sama sekali.