Pada pemilihan presiden Amerika Serikat 6 November 2024, Donald Trump berhasil terpilih kembali sebagai Presiden, mengalahkan kandidat petahana Kamala Harris. Kejadian ini membawa perhatian besar bagi para ekonom dan investor di seluruh dunia, mengingat kebijakan proteksionis Trump pada masa kepresidenan sebelumnya yang mengedepankan prinsip "America First." Pada periode 2017--2021, Trump memperkenalkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri AS dari persaingan global, mengurangi ketergantungan pada impor, dan meninjau ulang perjanjian-perjanjian perdagangan yang dianggap merugikan Amerika Serikat.
Di bawah kebijakan "America First," Trump melakukan peninjauan perjanjian dagang, menaikkan tarif impor untuk sejumlah produk dari Asia, dan bahkan menarik Amerika dari beberapa kesepakatan dagang internasional. Banyak pakar memprediksi bahwa kebijakan yang serupa akan diterapkan kembali di periode kepemimpinannya kali ini, yang dikhawatirkan bisa memperlambat perdagangan internasional dan memperburuk ketidakpastian ekonomi global. Bagi Indonesia dan kawasan Asia yang mengandalkan ekspor ke AS, kebijakan proteksionis ini tentunya akan menjadi tantangan besar.
Pentingnya Dampak Kebijakan AS bagi Ekonomi Global
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia, kebijakan ekonomi AS memiliki pengaruh signifikan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Ketika AS memberlakukan kebijakan proteksionis, rantai pasok global bisa terganggu, mengingat AS adalah salah satu tujuan utama ekspor bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Kebijakan tarif tinggi yang diterapkan Trump sebelumnya menimbulkan ketegangan perdagangan antara AS dan mitra-mitra dagang utama seperti China, yang berimbas pada perlambatan ekonomi di kawasan Asia.
Selain itu, ketegangan dagang AS-China tidak hanya berdampak pada dua negara tersebut, tetapi juga pada negara-negara yang terlibat dalam rantai pasok global, termasuk Indonesia. Ketika AS dan China saling menaikkan tarif, produk-produk ekspor Indonesia yang terintegrasi dalam rantai pasok China atau AS bisa terkena dampaknya. Misalnya, produk elektronik atau bahan baku dari Indonesia yang dijual ke China dan kemudian diekspor ke AS mungkin akan mengalami kenaikan harga, yang dapat menurunkan daya saingnya.
Ketidakpastian kebijakan Trump juga mempengaruhi nilai tukar dan pasar keuangan global. Selama masa jabatannya yang pertama, ketegangan perdagangan dan kebijakan proteksionis menyebabkan fluktuasi tajam pada nilai tukar dolar AS dan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Dengan kembalinya Trump ke Gedung Putih, volatilitas serupa bisa terjadi, yang dikhawatirkan akan mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia.
Kebijakan Proteksionisme Trump dan Janji-Janjinya
Penekanan pada Kebijakan "America First"
Setelah terpilih kembali sebagai Presiden AS pada 2024, Donald Trump kembali menegaskan komitmennya pada prinsip "America First." Dalam kampanyenya, Trump berjanji untuk meningkatkan produksi dalam negeri dan melindungi tenaga kerja Amerika dari persaingan global. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan lapangan kerja di sektor manufaktur AS dan mengurangi ketergantungan negara pada impor, terutama dari negara-negara Asia. Namun, kebijakan ini mengkhawatirkan bagi banyak negara, termasuk Indonesia, yang memiliki hubungan dagang signifikan dengan AS.
Jika Trump kembali menerapkan kebijakan proteksionis, Indonesia sebagai salah satu negara yang mengekspor produk seperti tekstil, alas kaki, elektronik, dan komoditas lainnya ke AS, akan menghadapi tantangan besar. Dengan pemberlakuan kebijakan "America First," AS kemungkinan akan memberlakukan pembatasan lebih ketat atau tarif lebih tinggi pada produk impor, yang bisa menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika.
Tarif dan Penarikan dari Perjanjian Perdagangan