Lihat ke Halaman Asli

Irfandy Dharmawan

Lawyer Tri Vittama Firm

Fenomena "Kreak" di Semarang: Penyebab, Dampak, dan Solusi

Diperbarui: 24 September 2024   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI: Fenomena "Kreak" di Semarang | Shutterstock

Semarang, kota yang dikenal dengan keindahan alam dan warisan budayanya, kini tengah dibayangi oleh fenomena meresahkan yang dikenal sebagai "Kreak". Istilah ini merujuk pada kelompok atau geng remaja yang terlibat dalam aksi kekerasan, tawuran, dan tindakan kriminal lainnya, seringkali menggunakan senjata tajam seperti celurit. 

Fenomena ini telah menimbulkan keresahan mendalam di tengah masyarakat, terutama setelah kasus tewasnya seorang mahasiswa Udinus akibat salah sasaran aksi "Kreak" pada 17 September 2024

Akar Masalah: Mengapa "Kreak" Muncul?

Tim Resmob Polrestabes Semarang berhasil menangkap pelaku pengeroyokan di Kelud Raya Semarang (Sumber Gambar: Instagram @resmob_polrestabessemarang)

Fenomena "Kreak" bukanlah sekadar kenakalan remaja biasa, melainkan sebuah gejala kompleks yang berakar dari berbagai persoalan sosial. 

Pada tataran individu, remaja yang terlibat seringkali mengalami krisis identitas, di mana mereka merasa kehilangan arah dan tujuan hidup. Kurangnya pengawasan dan perhatian dari orang tua, baik karena kesibukan atau ketidakmampuan, menciptakan ruang kosong yang diisi oleh pengaruh negatif dari lingkungan pergaulan. Tekanan dari teman sebaya, hasrat untuk diakui, dan keinginan untuk merasa kuat mendorong mereka untuk bergabung dengan kelompok "Kreak".

Selain itu, akses mudah terhadap senjata tajam, seperti celurit, semakin memperparah situasi. Pasar gelap yang menjamur dan kurangnya pengawasan terhadap penjualan senjata tajam membuat remaja mudah mendapatkan alat untuk melukai dan mengancam.

Di sisi lain, faktor eksternal juga memainkan peran penting. Kemiskinan dan kesenjangan sosial yang tinggi menciptakan lingkungan yang penuh frustrasi dan ketidakadilan. Remaja yang tumbuh dalam kondisi seperti ini cenderung merasa terpinggirkan dan mencari pelampiasan melalui aksi kekerasan. Kurangnya fasilitas dan ruang publik yang memadai juga membuat mereka mencari tempat berkumpul di jalanan, yang rentan terhadap konflik dan tawuran.

Lemahnya penegakan hukum dan kurangnya efek jera bagi pelaku kekerasan semakin memperkuat keberanian kelompok "Kreak". Mereka merasa kebal hukum dan bebas melakukan aksi kriminal tanpa takut akan konsekuensi. 

Ditambah lagi, pengaruh media dan budaya populer yang seringkali menggambarkan kekerasan sebagai sesuatu yang keren dan heroik, semakin mengaburkan batas antara benar dan salah di mata remaja.

Dampak Mengerikan: "Kreak" Merenggut Nyawa dan Masa Depan

Fenomena "Kreak" meninggalkan luka mendalam, baik bagi individu yang terlibat maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Pada tingkat individu, remaja yang terlibat dalam "Kreak" tidak hanya berisiko mengalami cedera fisik dan trauma psikologis akibat kekerasan yang mereka lakukan atau alami, tetapi juga kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan membangun masa depan yang lebih baik. Putus sekolah, terjerat kasus hukum, dan berakhir di penjara menjadi momok yang menghantui mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline