Lihat ke Halaman Asli

Izin Pertambangan bagi Ormas: Ketimpangan Sosial dan Risiko Konflik

Diperbarui: 9 Juni 2024   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi area pertambangan (sumber gambar: pixabay.com/ELG21)

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) telah memicu perdebatan dan kontroversi yang kompleks. Di satu sisi, kebijakan ini diklaim bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberdayakan ormas melalui pengelolaan sumber daya alam. Namun, di sisi lain banyak pihak yang mengkritik langkah ini sebagai bentuk ketidakadilan sosial yang hanya akan memperparah ketimpangan dan menimbulkan konflik baru di tengah masyarakat.

Kebijakan yang Memicu Kontroversi

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 menjadi dasar hukum bagi kebijakan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas). Kebijakan ini merupakan perubahan dari PP Nomor 96 Tahun 2021 yang sebelumnya mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Dalam perubahan ini, Pasal 83A ditambahkan untuk mengatur pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan. Pemerintah berargumen bahwa langkah ini diambil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan ormas.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa pemberian izin pertambangan kepada ormas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang mengatur bahwa izin pertambangan seharusnya diberikan kepada badan usaha yang memiliki kompetensi dan kapabilitas di bidang pertambangan. Para kritikus juga menyoroti bahwa ormas, terutama yang tidak memiliki pengalaman di bidang pertambangan dianggap tidak akan mampu mengelola kegiatan pertambangan dengan baik yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial.

Selain itu, kritik juga datang dari kalangan aktivis lingkungan dan akademisi yang menyoroti potensi ketidakadilan sosial dari kebijakan ini. Mereka berpendapat bahwa pemberian izin tambang kepada ormas hanya akan memperparah ketimpangan sosial, karena sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kepentingan umum malah dikuasai oleh kelompok tertentu. Selain itu, kebijakan ini dianggap dapat menimbulkan konflik antara ormas dengan masyarakat lokal yang terdampak oleh kegiatan pertambangan. Oleh karena itu, banyak yang mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan ini dan mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh sebelum diimplementasikan.

Ketimpangan Sosial yang Muncul

Kebijakan pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas melalui PP 25/2024 dapat menciptakan ketimpangan sosial yang signifikan. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kepentingan masyarakat luas berpotensi dikuasai oleh kelompok tertentu. Hal ini dapat mengakibatkan distribusi keuntungan yang tidak merata, di mana hanya ormas-ormas tertentu yang mendapatkan manfaat ekonomi sementara masyarakat lokal yang terdampak oleh kegiatan pertambangan justru mengalami kerugian.

Ketimpangan sosial juga muncul karena ormas yang diberikan izin pertambangan mungkin tidak memiliki pengalaman dan kapasitas yang memadai untuk mengelola kegiatan tersebut dengan cara yang berkelanjutan dan adil. Akibatnya, masyarakat lokal yang sebelumnya mengandalkan lahan tersebut untuk mata pencaharian mereka dapat kehilangan akses dan hak atas tanah. Dampak negatif ini diperburuk oleh potensi perampasan lahan dan konflik antara ormas yang mendapatkan izin dan masyarakat yang merasa hak-haknya dilanggar.

Selain itu, kebijakan ini berpotensi memperparah ketidakadilan akses terhadap sumber daya alam. Ormas yang lebih dekat dengan pusat kekuasaan politik mungkin mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang kurang berpengaruh. Hal ini menciptakan ketimpangan struktural yang menguntungkan segelintir pihak sementara masyarakat luas harus menanggung beban lingkungan dan sosial dari aktivitas pertambangan yang tidak terkelola dengan baik.

Risiko Konflik Sosial

Kebijakan pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas tidak hanya menimbulkan ketimpangan sosial, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik sosial yang serius. Potensi konflik ini terutama muncul antara ormas yang mendapatkan izin pertambangan dan masyarakat lokal yang terdampak oleh kegiatan pertambangan tersebut. Masyarakat lokal, yang selama ini mungkin mengandalkan lahan tersebut untuk pertanian atau mata pencaharian lainnya, bisa merasa hak-haknya dilanggar dan sumber daya mereka dirampas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline