Lihat ke Halaman Asli

Pirla, Zona Pengembangan Ekonomi Proletar

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13743939021760589363

[caption id="attachment_255949" align="alignright" width="400" caption="Suasana Pirla di sore hari"][/caption] Pirla, tentu masih ada masyarakat Watampone yang belum familiar dengan tempat ini. Namun bagi sebagian besar masyarakatnya, khususnya muda mudi pastinya sudah tak asing lagi dengan tempat ini. Yach, Pinggir Lapangan Merdeka atau biasa mereka singkat dengan istilah Pirla.

Pirla yang dulunya, hanya kawasan olahraga dan tempat bersantai sebagian masyarakat saat sore hari. Seiring berjalannya waktu, Pirla kemudian menjelma sebagai zona ekonomi proletar dan tempat nongkrong yang mengasikkan. Dengan menggunakan sebagian trotoar jalan Orde baru dan pinggir lapangan Merdeka, beberapa Pedagang Kaki limapun melihat peluang ekonomi dan mulai mengaiz rejeki di tempat ini.

Masih teringat dalam memori saya, kurang lebih dua tahun yang lalu (sebelum tahun 2011), wilayah ini tak begitu akrab dijadikan tempat nongkrong . Dulunya, trotoar Pirla hanya terdapat 2-3 pedagang kaki lima yang mengais rezeki disini.  Begitupula dengan waktu berdagang mereka yang cukup singkat, dari pukul 10 pagi sampai pukul 6 Sore. Namun itu cerita dulu, kini wilayah trotoar Pirla menjelma sebagai salah satu tempat favorit untuk ngopi dan nongkrong bersama teman, keluarga atau rekan kerja.

Jika dua tahun lalu, para padagang kaki lima ini hanya menjajakan barang dagangannya sampai pukul 6 sore, kini para pedagang menjajakan dagangannya sampai tengah malam. Lebih menariknya lagi, suasana Pirla dengan konsep alam terbuka dan kesederhanaan penggunaan ruang publik tak lagi mengenal status sosial penikmatnya. Maka tak heran pirla mulai ramai dikunjungi dan diramaiakan oleh masyarakat yang berasal dari status sosial berbeda, dari masyarakat pejalan kaki sampai masyarakat dengan kendaraan roda empatnya (mobil).

Pirla sebagai Ikon Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Menjelmanya Pirla sebagai salah satu pusat pengembangan ekonomi kerakyatan, tak terlepas dari posisi strategis pirla itu sendiri. Secara sederhana pula, majunya perekonomian di kawasan pirla bisa ditelah dari beberapa aspek yakni lingkungan, pariwisata, transportasi, dan sarana olahraga.

Dari aspek lingkungan misalnya, ditengah kekhawatiran masyarakat tentang pengaruh global warming yang melanda seluruh dunia. Akibat global warming dan kebijakan pemerintah daerah yang telah menyulap kota Watampone menjadi hutan beton berefek terhadap naiknya suhu di kota ini. Kenaikan suhu kota yang kian hari semakin panas, membuat gerah sebagian masyarakat kota. Disinilah Pirla memainkan perannya. Dengan dikelilingi beberepa pohon rindang dan sebagai salah satu bagian dari paru-paru kota. Secara alamia Pirla menawarkan kesejukannya. Selain suasana Pirla yang asri, ada pula aneka suguhan minuman panas maupun dingin yang bisa menjadi teman bersantai anda dalam melepas pengat dikala terik mentari cukup menyengat di siang dan sore hari.

Dari Aspek Pariwisata. Pirla yang letaknya berada ditengah-tengah pusat kota berdekatan dengan beberapa situs sejarah Kerajaan Bone. Sebut saja, Istana Raja (Saoraja) Bone ke 34, A. Mappanyukki yang saat ini dijadikan sebagai museum . Selain istana Raja Bone, ada pula situs Tanah Bangkalae yang merupakan simbol perdamaian tiga kerajaan besar yaitu Kerajaan Bone, kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa.

Ada satu lagi ikon kabupaten Bone yang paling penting dan tidak dapat dilupakan, yaitu Taman Bunga beserta Patung Raja Bone, Arung Palakka. Tempat ini kadang dijadikan sebagai bacground foto pelancong. Dengan adanya kedua situs sejarah tersebut, kiranya dapat memacu perkembangan ekonomi di Pirla. Hal tersebut dimungkinkan karena dengan hadirnya beberapa pelancong dari luar kota Watampone, selain mengunjungi kedua situs bersejarah tersebut, juga dapat singgah sejenak bersantai dan menikmati suasana proletar di Pirla.

Dari aspek Transpotasi dan Sarana Olah raga. Dari Jalur transportasi, Pirla bisa dikatakan titik segala arah jalur tranpotasi lintas kabupaten. Hal ini penulis simpulkan karena baik masyarakat Watampone sendiri, maupun masyarakata luar yang hanya melintasi kota Watampone menuju kabupaten lain bisa melewati daerah Pirla. Misalnya saja dari kota Makassar menuju pelabuhan bajoe bisa melewati jalur lintas Trans Sulawesi , atau dari Kabupaten Wajo menuju Kabupaten Sinjai. Di samping jalur transportasi yang mendukung,daerah pirla dan sekitarnya biasanya dipergunakan oleh masyarakat untuk berolahraga dan sering pula kompetisi Basketball rutin dilaksanakan.

Dengan adanya beberapa aspek sederhana itu, Pirla kedepannya menjadi kawasan pengembangan ekonomi kerakyatan. Pemerintah Daerah memberikan perhatian lebih dalam pengembangannya. Sebab bukan hanya kaum kapitalis saja yang ingin maju dan lebih sejahtera, para pedagang kaki lima pun menginginkan itu, memperbaiki taraf hidup dan memiliki tabungan hari tua. Satu hal lagi yang lebih penting untuk memperbaiki ekonomi masyarakat bawah, peluang kesejahteraan itu tak hanya datang, tapi harus diciptakan. Dan yang memegang peranan besar dalam menciptakan peluang itu adalah Pemerintah Daerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline